Pimpinan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dipimpin oleh ketuanya Abhan menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/7) siang, guna melaporkan hasil pengawasan Pilkada Serentak 2018 lalu.
“Soal hasil pengawasan, soal perkembangan permohonan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi, kemudian ada beberapa catatan soal pelanggaran-pelanggaran di dalam Pilkada Serentak 2018 ini,” kata Abhan kepada wartawan mengenai pembahasan pertemuan Bawaslu dengan Presiden Jokowi.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut, lanjut Abhan, juga dibahas masalah netralitas ASN (aparatur sipil negara), anggota TNI, dan anggota Polri. “Yang ditekankan Presiden adalah (menjaga) netralitas TNI, Polri, ASN, dan juga penyelenggara,” ujarnya.
Guna menjaga netralitas ASN, TNI, dan Polri dalam menghadapi pemilhan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) mendatang, Abhan menjelaskan, Bawaslu berharap akan ada forum antara Bawaslu dan pemerintah untuk membahas upaya-upaya pencegahan pelanggaran netralitas ini.
“Presiden merespons dan akan membuat forum nanti agar kami bisa melakukan penekanan netralitas ASN, TNI, Polri,” kata Abhan.
Diungkapkan Abhan, pada gelaran Pilkada Serentak 2018 ditemukan sebanyak 721 kasus pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN.
“Ini sudah kami rekomendasi kepada Komisi ASN, dan Komisi ASN juga sudah merekomendasikan kepada Pembina Kepegawaian Daerah untuk melakukan sanksi dan sudah dilakukan teguran dan sanksi-sanksi lainnya,” papar Abhan.
Sementara untuk pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh anggota kepolisian, Abhan mengungkapkan beberapa contoh yang terjadi di Maluku, Makassar, dan Maluku Utara.
“Dari Pilkada (Serentak 2018) ini kami memang melihat ada beberapa catatan soal netralitas dari oknum kepolisian, seperti misalnya kasus yang di Maluku. Kapolri sudah mengambil sikap tegas untuk mencopot (pelaku pelanggaran) dari jabatan Wakapolda,” kata Ketua Bawaslu mencontohkan.
Menjawab pertanyaan wartawan mengenai pelanggaran-pelanggaran netralitas yang terjadi, Abhan mengungkapkan antara lain keberpihakan ataupun intervensi terhadap penyelenggara pemilihan.
“Seperti kasus Maluku Utara, saya kira juga melihat ini pilkadanya sudah damai, sudah selesai, tetapi masih ada riak-riak yang terlihat seperti ada intervensi-intervensi dari oknum-oknum polisi,” terang Abhan. (UN/ES)