Indopreneur.id – Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti masalah penetapan suku bunga pinjaman bersama yang dilakukan oleh fintech peer-to-peer (P2P) lending. KPPU menduga ada kartel dalam praktik ini.
“Ada perilaku dari beberapa fintech P2P yang diduga melanggar, salah satunya soal penetapan suku bunga,” kata Anggota Komisioner KPPU Guntur Saragih, seperti dikutip dari detik.com, Selasa (27/8/2019).
Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah menambahkan, walaupun fintech berada di bawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun penetapan suku bunga dilakukan oleh pelaku usaha fintech yang tergabung dalam asosiasi (self regulated) atau belum ada regulasi dari OJK.
“Kita duga ada kartel, karena (penetapan suku bunga) tidak diatur di BI atau OJK, yang atur itu asosiasi. Asosiasi itu isinya pelaku. Kan seharusnya yang mengatur itu regulator, BI atau OJK,” terang pria yang akrab disapa Firman tersebut.
Lalu, Guntur menuturkan, setiap industri digital ekonomi (termasuk fintech P2P Lending) harus melakukan kegiatan bisnis yang efisien, yang salah satunya memudahkan masyarakat dari segi biaya.
“Setiap industri digital ekonomi seyogyanya kita berharap akan kegiatan bisnis yang efisien. Kalau bunganya lebih tinggi dibanding konvensional, itu kan patut dipertanyakan,” papar Guntur.
Guntur membeberkan, kasus ini masih dalam tahap penelitian oeh KPPU. Untuk menindaklanjuti kasus ini, KPPU telah mengundang beberapa pihak berwenang soal fintech, termasuk Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Self regulated kan tidak untuk penetapan harga. Tidak ada (regulasi) dari OJK untuk mengatur penetapan harga. Maka dari itu ini masuk dalam penelitian kami, pelanggarannya soal penetapan harga (bunga) secara bersama-sama sehingga diduga kartel,” tandasnya.
Asal tahu saja Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama(AFPI) menetapkan bunga pinjaman fintech maksimal 0,8% per hari. Patokan bunga pinjaman ini hanya untuk fintech pinjaman konsumer yang menjadi anggota asosiasi.