Indovoices.com –Siapa yang tidak kenal sosok Arman Depari, pria yang terkenal dengan rambut gondrong di Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pria yang menyandang bintang dua itu terkenal menjadi sosok yang sentral dalam pemberantasan narkotika. Namun, siapa sangka, Arman yang pernah menjabat sebagai Kapolda Kepulauan Riau kerap hampir kehilangan nyawa saat dalam tugas memberantas narkoba.
Salah satu kisah yang paling berkesan bagi jenderal kelahiran Brastagi, 1 Agustus 1962, ialah ketika berhasil menggagalkan penyeludupan 21 paket berisi sabu-sabu seberat 436,30 kilogram di Kepulauan Seribu.
Saat akan mengamankan barang bukti, Arman Depari melihat pantauan cuaca dari BMKG yang menyebutkan akan terjadi badai dan hujan petir, Arman hanya bisa pasrah dan terus berdoa.
“Memang cuacanya kan seperti itu. Sempat saya baca juga pukul 21.00 WIB itu akan ada badai dan hujan petir. Saya juga sempat ragu,” kata Arman saat ditemui di ruangan di BNN, Jakarta Timur, Kamis (25/3).
Anak buah Arman juga sempat ragu dan memintanya untuk pulang jika ombak di Kepulauan Seribu tetap tinggi. “Ceritanya ombak besar. Lalu kami jalan sambil berdoa. Tapi yang tadinya (cuaca) menurut BMKG badai petir, justru tenang,” lanjutnya.
Namun, ketika cuaca sudah bersahabat, ujian lain justru datang ketika melakukan pengejaran target. Kapal yang ditumpangi dari Pantai Mutiara, Jakarta Utara tidak bisa merapat. Arman dan anak buahnya terpaksa transit dari satu kapal ke kapal lainnya.
“Itu pas transit kapal milik Bakamla jatuh karena licin. Ini sempat lebam di bagian kaki kanan,” sambungnya.
Laut yang dalam membuatnya pucat pasi dan panik. Arman mengatakan nyawanya seolah berada di ujung tanduk. Namun, lagi-lagi kuasa Tuhan membuatnya berhasil selamat usai terjatuh dari kapal.
Selanjutnya, kejadian yang membuat Arman hampir kehilangan nyawa kala ia menggagalkan penyeludupan narkotika di Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.
BNN berhasil menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu-sabu seberat 60 kilogram pada 2014 silam.
Saat melakukan pengembangan kasus, lagi-lagi ia harus mengejar sampai ke perairan Pelabuhan Ratu. Badai besar yang terjadi kala itu membuatnya hampir membatalkan operasi.
Bahkan, Arman Depari menyebut itu menjadi satu-satunya kejadian yang membuatnya hampir membatalkan operasi. “Saya melihat badai kok begini,” ungkap bapak tiga anak ini.
Arman menceritakan itu pertama kalinya ia melihat badai yang sangat menakutkan. Daun pohon kelapa yang tinggi dikatakannya sudah menyentuh daratan.
“Tetapi saya batalkan tidak mungkin. Akhirnya saya tanya anak buah melalui HT,” ujarnya.
Melalui HT, anak buah Arman mengatakan gelombang tinggi dan jarak pandang hanya tiga meter. “Sudah tanggung, pak,” kata anak buah Arman kala itu.
Ketegangan demi ketegangan terus terjadi sampai puncaknya seorang anak buah Arman jatuh ke laut. Meski bukan menimpa dirinya, Arman mengaku itu termasuk kejadian terburuk yang dialaminya selama pengembangan kasus.
Tenggelam di tengah gelombang tinggi membuat Arman dan rekan lainnya berupaya mencari anak buahnya. Sampai akhirnya anak buahnya itu muncul ke permukaan air laut.
“Anggota saya masuk ke dalam laut. Itu dia sudah tenggelam dan muncul lagi,” katanya.
Arman menuturkan semuanya merupakan risiko dari pekerjaannya. Sejauh ini, ia selalu mensyukuri apa pun yang Tuhan berikan. Dia selalu meminta perlindungan kepada-Nya.
Sebelum Arman Depari menduduki jabatannya saat ini, dia juga pernah merasakan pahitnya kehidupan saat baru menyelesaikan pendidikan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) tahun 1986.
Jenderal Gondrong itu sempat menjadi juru parkir (jukir) hingga debt collector. Pendapatan yang hanya cukup untuk kebeflangsungan hingga pertengahan bulan, memaksanya mencari pekerjaan sampingan.
Arman mengaku sempat menjadi tukang parkir di Parkir Timur Senayan dan juga sempat bekerja sebagai debt collector.
“Saya pernah jadi tukang parkir dan debt collector. Ya terus terang ajagaji dulu di tanggal 20 sudah habis,” ungkapnya.
Arman menyebutkan dirinya menjadi tukang parkir kurang lebih selama satu tahun saat masih berpangkat Iptu.
Namun seiring waktu berlalu, kegigihannya membuahkan hasil. Arman bisa berada di posisi saat ini lantaran usaha dan semangatnya.
“Intinya pernah seperti itu. Itu waktu dulu, karena di zaman itu memang perekonomian cukup sulit,” katanya.