Indovoices.com –Pertemuan tatap muka antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Tim Pengawal Perisitiwa Pembunuhan (TP3) anggota Laskar FPI dinilai menyiratkan makna khusus. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memandang, pertemuan yang berlangsung Selasa (9/3) kemarin itu menunjukkan sisi keterbukaan Presiden Jokowi. Apalagi salah satu perwakilan TP3 yang hadir adalah Amien Rais yang pemikirannya kerap berseberangan dengan pemerintah.
“Publik memberi penilaian sosok seperti Muhyiddin, Hehamahua, Amien Rais. Itu menunjukkan Presiden dengan terbuka bisa diajak ngobrol. Biar publik yang menilai apa yang selama ini dituduhkan kepada Presiden Jokowi,” ujar Ngabalin, Rabu (10/3).
Bahkan, Ngabalin mengungkapkan, persetujuan pertemuan oleh Presiden terbilang cepat. TP3 disebut Ngabalin baru berkirim surat dengan pemerintah sekitar satu bulan lalu. Seharusnya, ujarnya, pengajuan pertemuan dengan Presiden harus dilakukan setidaknya tiga bulan sebelumnya.
“Kemudian Presiden mengalokasikan waktu menerima Pak Amien dan kawan-kawan,” ujar Ngabalin.
Ada dua poin utama yang ditunjukkan pemerintah melalui pertemuan di Istana Merdeka kemarin. Pertama, Ngabalin menyebutkan, bahwa pemerintah membuka diri terkait fakta dan bukti baru yang berhubungan dengan insiden pembunuhan di Tol Cikampek KM50.
“Kedua, Komnas HAM sebagai lembaga independen boleh memanggil siapa saja yang dianggap perlu. Tidak boleh ada yang menghalangi,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, tujuh perwakilan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan enam anggota laskar FPI menemui Presiden Jokowi, Selasa (9/3) siang. Selain Amien Rais yang memimpin rombongan TP3, terlihat juga hadir Abdullah Hehamahua, Kiai Muhyiddin, dan Marwan Batubara.
“Ini tadi baru saja jam 10.00, Presiden Republik Indonesia yang didampingi saya dan Mensesneg menerima tujuh orang anggota TP3. Yang kedatangannya dipimpin oleh Pak Amien Rais. Tapi pimpinan TP3-nya sendiri adalah Abdullah Hehamahua,” ujar Menkopolhukam Mahfud MD di Kantor Presiden, Selasa (8/3).
Mahfud menjelaskan, dalam pertemuan 15 menit tersebut ada dua poin yang disampaikan TP3 kepada Presiden Jokowi. Poin pertama, TP3 menekankan perlu ada penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum.
“Sesuai perintah Tuhan hukum itu adil. Dan yang kedua ada ancaman dari Tuhan kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak maka ancamannya neraka jahanam,” ujar Mahfud.
Poin kedua, TP3 menyampaikan keyakinannya bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap enam laskar FPI dan terjadi pelanggaran HAM berat. TP3 juga meminta pemerintah membawa kasus ini ke pengadilan HAM.
“Hanya itu yg disampaikan mereka. Bahwa mereka yakin telah terjadi pembunuhan dengan cara melanggar HAM berat. Bukan pelanggaran HAM biasa. Sehingga enam laskar FPI itu meninggal,” kata Mahfud.