Indovoices.com –Perseteruan internal Partai Demokrat semakin memanas seriring pernyataan Ketua Umumnya yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengungkapkan adanya upaya kudeta. Terbaru, beberapa orang kader dan mantan petinggi partai berlambang mercy tersebut bahkan menggelar konferensi pers bersama untuk membantah pernyataan AHY.
Mereka terdiri dari mantan Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat Ahmad Yahya, mantan Sekretaris Jenderal Darmizal, kader senior Yus Sudarso, serta Sofwatillah Muzaid. Dalam pernyataannya, Yahya menyampaikan alasan dorongan Kongres Luar Biasa (KLB) dari kader merupakan yang lumrah.
Dia sekaligus membantah pernyataan AHY yang menyatakan ada gerakan pengambilalihan Demokrat secara eksternal. Yahya mengaku telah mendengarkan kekecewaan kader di daerah tentang cara putra Susilo Bambang Yudhoyono itu mengelola partai.
Beberapa di antaranya adalah selama kepemimpinan AHY, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai kerap memungut iuran dari tiap fraksi di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Padahal kebijakan ini tak pernah ada di masa Ketum sebelumnya seperti Subur Budhisantoso, Hadi Utomo, dan Anas Urbaningrum.
Tak hanya itu, penentuan pasangan calon kepala daerah ditarik ke DPP dan bukan DPD dan DPC. “Sepenuhnya tidak memperhatikan usulan dan aspirasi daerah,” kata Yahya.
Selain itu, Yahya mengklaim kader Demokrat ingin ada perubahan lebih baik usai perolehan suara partai terus turun dalam dua Pemilihan Umum terakhir. Hal lain, banyaknya kader Demokrat yang gagal memenangkan Pemilihan Kepala Daerah.
“Sehingga kader daerah berharap dipimpin figure matang, memiliki kemampuan, pengalaman, dan ketokohan untuk mengembalikan kejayaan Demokrat,” kata Yahya.
Dia mengatakan usulan KLB merupakan hal yang konstitusional lantaran sudah diatur dalam AD/ART Demokrat. Dengan adanya aturan tersbut, Ketum harus berhati-hati menjalankan tugasnya. “Apabila dilarang, maka yang melarang tak memahami asas demokrasi,” kata Yahya.
Dikutip dari sejumlah pemberitaan, Darmizal dalam kesempatan tersebut sempat menyampaikan alasan mendorong Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai pengganti AHY. Ia menjelaskan mantan Panglima TNI tersebut adalah sosok yang tidak pernah menghambat komunikasi.
Bahkan mereka mengklaim berasal dari faksi-faksi yang selama ini terpisah di Demokrat yakni kelompok Subur Budhisantoso, Hadi Utomo, Anas Urbaningrum, dan mantan Ketua DPR Marzuki Alie.
Yus Sudarso sempat mengatakan dirinya merupakan koordinator pemenangan Hadi Utomo saat Kongres Demokrat 2005 silam. Ia juga menyampaikan Sofwatillah adalah bagian dari faksi Marzuki.
Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Ossy Dermawan menyinggung sosok Darmizal yang telah mundur dari partai tahun 2018 untuk bergabung menjadi relawan Jokowi. Namun belakangan kembali ikut campur dalam dinamika internal partai dan membela Moeldoko.
“Ada apa gerangan ? Biar publik yang menilainya,” demikian cuit akun @OssyDermawan, Selasa (2/2).
Adapun ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono belum berkomentar secara langsung mengenai riak yang terjadi di partainya. Meski demikian, Presiden RI keenam itu sempat mencuit sepenggal kalimat berbau politik pada tanggal 31 Januari lalu.
Lewat cuitan di akun Twitternya, SBY mengajak penguasa berpolitik dengan beradab dan bermoral. “Kalau tidak bisa menjadi “the good’, janganlah menjadi “the ugly”,” cuitnya.
Kisruh Demokrat ini awalnya muncul usai AHY menggelar konferensi pers untuk menyampaikan rencananya menyurati Presiden Joko Widodo lantaran ada keterlibatan pejabat negara dalam pengambilalihan paksa tampuk kepemimpinan partai tersebut.
Tak hanya itu, ia menyampaikan ada lima orang pelaku gerakan yang terdiri dari satu kader Demokrat aktif, satu kader yang enam tahun tidak aktif, dan satu mantan kader yang sembilan tahun lalu diberhentikan karena menjalani hukuman akibat tindak pidana korupsi.
Ada pula satu kader Demokrat yang telah hengkang sejak tiga tahun lalu. “Sedangkan yang non kader adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sekali lagi sedang kami minta konfirmasi kepada Presiden,” kata Agus.
Selain Moeldoko dan Marzuki, beberapa nama yang terseret adalah mantan Bendahara Umum Demokrat M. Nazaruddin dan Anggota Komisi V DPR Jhoni Allen Marbun.
Moeldoko sendiri telah memberi konfirmasi terkait dugaan keterlibatannya dalam kudeta AHY. Awalnya ia menerima beberapa orang terkait Partai Demokrat untuk membahas pertanian, namun mereka malah menceritakan kondisi internal partai tersebut.
“Saya mantan Panglima TNI dan tak terbatas (bergaul) dengan siapapun. Mereka datang berbondong-bondong saya terima tapi konteksnya apa tidak mengerti,” kata Moeldoko. (msn)