Indovoices.com –Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, tidak bisa menjamin akan sampai kapan pembatasan sosial COVID-19 akan berlangsung di Inggris. Hal tersebut menyusul munculnya varian baru COVID-19 di Inggris yang disebut lebih ganas karena 70 persen menyebar dengan lebih cepat.
“Melihat seberapa cepat varian baru COVID-19 ini menyebar, akan sangat sulit untuk mengendalikannya hingga vaksinasi beres,” ujar Matt Hancock, dikutip dari kantor berita Reuters.
Diberitakan sebelumnya, varian baru COVID-19 terdeteksi di Inggris pada pekan ini. Sejumlah orang sudah dipastikan tertular varian baru tersebut dan diduga sebagai penyebab kenapa angka kasus COVID-19 di Inggris naik dengan cepat. Adapun hingga hari ini belum ada indikasi varian baru itu kebal dari vaksin COVID-19 buatan Pfizer yang telah disahkan Inggris.
Per berita ini ditulis, Inggris tercatat memiliki 2 juta kasus dan 67 ribu kematian akibat COVID-19. Per harinya, jumlah kasus bisa bertambah di kisaran 20 ribu hingga 30 ribu orang. Agar angka itu tidak kian buruk akibat munculnya varian baru COVID-19, Inggris memutuskan untuk mengetatkan pembatasan sosial di beberapa kota. Hasilnya, sepertiga populasi Inggris harus tetap di rumah sepanjang Natal dan Tahun Baru nanti.
“Perjalanan kita masih panjang,” ujar Matt Hancock. Matt Hancock mengakui bahwa dampak pengetatan pembatasan sosial ini akan berat secara ekonomi mauapun sosial, namun hal itu harus dilakukan.
Keir Starmer, pemimpin dari Partai Buruh, mendukung pengetatan pembatasan sosial yang dilakukan oleh PM Boris Johnson dan Matt Hancock. Namun, menurutnya, Boris Johnson telat mengambil keputusan seperti ketika pandemi COVID-19 meledak untuk pertama kalinya.
“Lagi-lagi dia mengulur waktu. Alarm peringatan sudah berdering beberapa pekan dan dia memutuskan untuk mengabaikannya. Dia bilang kita bakal bisa merayakan Natal dan tiba-tiba saja dia meminta kita melupakan itu semua,” ujar Starmer.
Sejauh ini, varian baru COVID-19 itu tidak hanya terdeteksi di Inggris. Menurut laporan Reuters, varian serupa juga muncul di Denmark, Belanda, dan Australia. Namun, seperti di Inggris, varian baru itu hanya lebih cepat menyebar dan tidak menunjukkan gejala penyakit yang lebih parah.
Salah satu dari ketiganya, Belanda, sekarang sudah menutup pintu untuk perjalanan dari dan ke Inggris. Mereka tidak ingin situasi di Belanda kian parah. PM Belanda Mark Rutte pun mengatakan bahwa pembahasan dengan Uni Eropa akan digelar soal langkah menekan penyebaran varian baru COVID-19 dari Inggris.(msn)