Indovoices.com –Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memutuskan memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi.
Anies memperpanjang PSBB transisi selama 14 hari, mulai dari Senin (7/12/2020) besok sampai dengan 21 Desember 2020 sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1193 Tahun 2020.
“Pemprov DKI Jakarta kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi menuju masyarakat sehat, aman, dan produktif selama 14 hari,” kata Anies dalam keterangan tertulis, Minggu (6/12/2020).
Dia mengatakan, kebijakan perpanjangan PSBB transisi diambil karena kasus penularan Covid-19 di DKI Jakarta dianggap masih terkendali.
“Berdasarkan data-data epidemiologis selama penerapan PSBB Masa Transisi dua pekan terakhir, kondisi wabah Covid-19 DKI Jakarta masih terkendali,” ujar Anies.
Kendati demikian, kasus Covid-19 di DKI Jakarta meningkat sebanyak 13,4 persen atau bertambah 16.808 kasus dalam waktu dua pekan terakhir.
Pada 21 November 2020, total ada 125.822 kasus Covid-19 di Jakarta. Dua pekan kemudian, tepatnya 5 Desember 2020, kasus Covid-19 di Jakarta meningkat jadi 142.630 kasus.
Strategi tambahan
Merespons perpanjangan PSBB, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menyebut kebijakan tersebut merupakan strategi yang bersifat tambahan atau pelengkap dalam penanganan pandemi Covid-19.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menurut dia, harus melakukan tes dan pelacakan, lalu dilanjutkan dengan isolasi dan karantina mandiri.
“Itu (tes dan pelacakan) adalah strategi utama,” ucap Dicky.
Strategi tersebut harus dioptimalkan. Sebab jika tidak, maka akan ada PSBB berulang-ulang yang tidak diketahui kapan berakhirnya.
Dicky menyebut pandemi di Jakarta juga dipengaruhi oleh daerah penyangga, yakni Jawa Barat dan Banten. Pengendalian pandemi di kedua wilayah itu juga disebut belum optimal.
Tentunya, kondisi pandemi di daerah penyangga akan memengaruhi situasi pengendalian Covid-19 di Ibu Kota apabila tidak ada pengendalian di perbatasan.
“Dan ini akan terus terjadi selama pengendalian ini tidak dilakukan secara setara dan merata di berbagai wilayah terutama yang ada dalam satu pulau,” ucap Dicky.
Pada akhirnya, Dicky mengatakan, pengendalian pandemi harus dilakukan dengan sinergi dan kerja sama antar daerah baik tingkat provinsi maupun kabupatan atau kota. Kerja sama ini harus difasilitas pula oleh Pemerintah Pusat.
“Ini yang harus dilakukan perubahan dan sampai saat ini belum ada perubahan itu,” tutur Dicky.
Tidak kembali menarik rem darurat
Sementara Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengatakan, Pemprov DKI sebaiknya tidak kembali menarik rem darurat alias memperketat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta merespons melonjaknya kasus Covid-19.
Ekonomi di Ibu Kota harus tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Namun, sistem penanganan pandemi perlu ditingkatkan untuk menekan penularan Covid-19. Kesadaran warga untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan diperlukan.
“Kita tidak bisa menarik rem darurat seperti yang kita lakukan. Karena ekonomi harus tumbuh dan masyarakat harus beraktivitas,” ucap Basri kepada Kompas.com, Selasa (8/12/2020).
“Kita harus lebih meningkatkan lagi sistem penanganan Covid kita atau program penyadaran terhadap masyarakat yang harus kita tingkatkan lagi,” tambah Basri.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini menilai, semakin rendahnya kepatuhan warga tercermin dari fakta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang positif Covid-19.
“Artinya dengan Gubernur kena dan Wagub kena bahwa kayaknya masih kurang atau kita makin lalai sampai gubernur dan wagub juga bisa sampai kena,” ujar Basri.(msn)