Indovoices.com –Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui surveinya mengungkapkan bahwa ada 88% perusahaan yang dalam enam bulan terakhir terdampak pandemi. Pada umumnya, perusahaan tersebut dalam keadaan merugi.
“Kerugian tersebut umumnya disebabkan penjualan menurun, sehingga produksi harus dikurangi,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono dalam keterangan tertulis.
Hasil survei tersebut pun menunjukkan bahwa penurunan permintaan, produksi, dan keuntungan umumnya terjadi pada perusahaan UMKM, yaitu di atas 90%. Sementara, perusahaan yang terdampak terbesar, yakni penyediaan akomodasi makan dan minum, real estate, dan konstruksi.
Meski begitu, Bambang menjelaskan sebagian besar perusahaan tetap mempekerjakan pekerjanya. Menurutnya, hanya 17,8% perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja, 25,6% perusahaan yang merumahkan pekerjanya dan 10% yang melakukan keduanya.
Bambang pun menjelaskan, tindakan perusahaan tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk efisiensi di tengah pandemi yang terjadi. Dia melanjutkan, keterampilan teknologi paling dibutuhkan setelah pandemi berakhir, keterampilan tersebut antara lain terkait penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, dan penguasaan teknologi industri untuk diversifikasi produk.
Implikasinya, baik bagi pihak pemerintah dan swasta perlu menyediakan pendidikan dan ketrampilan yang sarat dengan penguasaan teknologi. “Implikasi setelah masa pandemi mengisyaratkan bahwa work from home/teleworking menjadi pilihan utama bagi perusahaan, sehingga menjadi lebih fleksibel meskipun efisiensi jumlah tenaga kerja dan pengurangan upah menjadi tidak bisa dihindarkan,” jelas Bambang.
Bambang juga menjelaskan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi mempermudah transisi tersebut di era pandemi. Untuk merespons situasi pandemi, sebagian perusahaan telah merasakan berbagai kebijakan pemerintah, khususnya insentif perpajakan sebanyak 19,8% dan jaminan sosial ketenagakerjaan dan sejenisnya sebanyak 18,5%.
Namun, Bambang mengakui masih banyak yang belum merasakan bantuan pemerintah di tengah pandemi ini, atau sekitar 41,18%. Menurutnya, pemerintah perlu bergerak membantu perusahaan yang sebagian besar merasakan dampak pandemi tersebut.
Rekomendasi
Dari hasil survei ini, ada enam rekomendasi yang dihasilkan. Pertama, pemerintah perlu mengidentifikasikan perusahaan yang terdampak lebih detail lagi agar mendapat akses yang lebih luas atas beragam program pemulihan ekonomi khususnya, insentif perpajakan, restrukturisasi pinjaman KUR dan non KUR, subsidi gaji, hingga akses terhadap kartu pra kerja.
Kedua, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih bagi perusahaan UMKM yang terdampak pandemi meskipun saat ini pemerintah telah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bunga KUR, restrukturisasi pinjaman dan pengurangan pajak.
Ketiga, pemerintah perlu memperluas informasi pasar tenaga kerja yang berorientasi pada jenis pekerjaan, dan perusahaan juga perlu didorong untuk menentukan spesifikasi keahlian yang dibutuhkan agar terinformasikan skills demand secara lebih luas.
Keempat, kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan setelah pandemi berkaitan dengan teknologi, baik teknologi informasi maupun teknologi industri. Seperti terkait digital marketing, digital working.
Kelima, dibutuhkan kebijakan dan peraturan yang menjadi landasan flexible working arrangement yang menyangkut jabatan dan jenis pekerjaan tertentu. Keenam, diperlukan kebijakan yang cukup komprehensif terkait penyatuan beberapa jaminan sosial bagi pekerja, baik terkait pendidikan dan kesehatan, termasuk program untuk masa pandemi yang lebih persisten.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menyatakan bahwa di tengah pandemi, sebagian besar perusahaan masih beroperasi, tetapi dari sebagian besar perusahaan tersebut mengurangi jam kerja dan menerapkan work from home.
Menurut Tauhid, implikasi ke depan bagi ekonomi dengan situasi pandemi membuat kondisi perekonomian akan berdampak cukup besar bahwa dengan demand, sebagian orang akan bekerja dari rumah.
“Permintaan barang dan jasa sedikit agak mengalami perubahan, ekonomi juga akan berubah mengikuti pola kerja yang selama ini ada, dan juga akan terus berkembang dengan apa yang flexible working arrangement yang saya kira akan menjadi tuntutan ke depan,” kata Tauhid.
Adapun, survei ini dilakukan melalui online, termasuk melalui telepon dan email terhadap 1.105 perusahaan yang dipilih secara probability sampling sebesar 95% dan margin of error (MoE) sebesar 3,1% pada 32 provinsi di Indonesia.(msn)