Indovoices.com –Mantan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Fadil Imran telah ditunjuk sebagai penerus tongkat komando Kapolda Metro Jaya setelah Irjen Pol Nana Sudjana dilengserkan. Meski baru menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Fadil adalah sosok yang tidak asing dengan kasus-kasus di ibu kota. Salah satu kerja Fadil adalah pernah menangani kasus “Balada Cinta Rizieq” yang diduga melibatkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Riziq Shihab (HRS).
Fadil Imran dipromosikan setelah Nana dinilai tidak tegas menegakkan aturan protokol kesehatan saat pernikahan puteri dari HRS di masa pandemi Covid-19. Pencopotan dan pengangkatan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3222/XI/Kep/2020. Tidak hanya Nana, Mabes Polri juga mencopot Kapolres Jakarta Pusat akibat kerumunan massa di markas FPI Petamburan.
“Irjen Pol Nana Sudjana, Kapolda Metro Jaya diangkat jabatan baru sebagai Korsahli Kapolri. Kemudian Irjen Mohammad Fadil Imran, Kapolda Jawa Timur diangkat jabatan baru sebagai Kapolda Metro Jaya,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/11).
Fadil Imran merupakan alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) Angkatan 1991, berlatang belakang bidang reserse. Pada tahun 2017 ia pernah menjabat sebagai sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia Polda Metro Jaya ia pernah menangani kasus chat mesum yang menjerat HRS dan wanita bernama Firza Husein yang dikenal dengan kasus “Balada Cinta Rizieq”.
Saat itu, HRS dan Firza sempat menyandang status sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Setahun kemudian kasus itu dihentikan setelah diterbitkannya Surat Perintah Penghentian atau SP3. Pada saat pengusutan kasus itu, HRS sendiri tengah berada di Arab Saudi untuk menunaikan ibadah umroh dan baru pulang ke Tanah Air beberapa hari lalu.
Selain itu pada tahun 2018 ketika Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada 2018, Fadil Imran juga mengungkap sindikat Saracen serta Muslim Cyber Army (MCA). Pada saat itu Fadil menyampaikan kelompok MCA memiliki keterkaitan dengan kelompok Saracen. Keduanya diketahui menyebarkan hoaks di sejumlah daerah di Indonesia.
“Pelaku-pelaku yang tergabung dalam MCA juga tergabung dengan klaster eks Saracen,” ujar Fadil seperti diberitakan Republika.co.id pada tanggal 5 Maret 2018 silam.
Jauh ke belakang, pada tahun 2013 saat menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat, Fadil membentuk Tim Pemburu Preman pada 2013. Pembentukan tim tersebut bertujuan untuk memberantas premanisme yang sering terjadi di wilayah Jakarta Barat. Tim Pemburu Preman terdiri dari 30 anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat. Salah satu yang menjadi sasaran dari kelompok Hercules Rozario Marshal, yang ditangkap pada pada 9 Juli 2013 silam.
Sepak terjang Irjen Pol Fadil Imran di Kepolisian:
– Pada 2008, sebagai Kasat III Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan kemudian diangkat menjadi Kapolres KP3 Tanjung Priok.
– Pada 2011, sebagai Kasubdit IV Dittipidum Bareskrim Polri pada 2011, kemudian sebagai jabatan Direktur Ditreskrimum Polda Kepri.
– Pada 2013 menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat.
– Pada 2015, menjabat Analis Kebijakan Madya (Anjak Madya) Bidang Pidum Bareskrim Polri.
– Pada 2016 menjabat sebagai Direktur Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.
– Pada 2017 sebagai Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
– Pada 2018, sebagai Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
– Pada 2019, menjabat sebagai Staf Ahli Sosial Budaya (Sahli Sosbud).
– Pada 2020 diangkat menjadi Kapolda Jawa Timur kemudian dimutasi sebagai Kapolda Metro Jaya.
Harapan Kapolda Jabar
Pengamat Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Prof Muradi, meminta Kapolda Jawa Barat (Jabar) yang baru harus bisa lebih antisipatif dan kreatif untuk menegakkan protokol kesehatan Covid-19. Pencopotan Irjen Pol Rudy Sufahriadi, kata dia, merupakan hal yang biasa dilakukan dalam proses evaluasi di tubuh Polri.
Irjen Pol Ahmad Dofiri yang bakal menjabat Kapolda Jawa Barat harus bisa mengantisipasi ancaman pelanggaran protokol kesehatan seperti yang terjadi di Megamendung, Bogor, beberapa waktu lalu. “Jadi itu dievaluasi oleh pimpinan Polri, dan kalaupun harus diganti, ya memang harus ada yang dievaluasi,” kata Muradi saat dihubungi di Bandung.
Dia meyakini Ahmad Dofiri bisa mengambil langkah yang lebih kreatif dalam penanganan Covid-19 secara antisipatif di Jawa Barat. Karena Ahmad Dofiri yang berasal dari Indramayu dinilai dapat memahami kultur Jawa Barat.
“Dofiri juga kan Adhi Mayakasa (lulusan terbaik) kan katanya, jadi relatif baik lah. Tapi tidak nyamannya dia mengganti orang yang dicopot, itu saja yang nggak nyamannya, kan jadi nggak enak sama yang senior, perasaan itu pasti ada,” ucap dia.
Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi menilai mutasi Kapolda dilakukan lantaran Polri dianggap butuh penyegaran. “Polri ini butuh penyegaran, regenerasi harus jalan, memang sudah waktunya ada pergeseran,” kata Aboebakar dalam keterangan tertulisnya.
Ia berpandangan mutasi tersebut adalah hal yang biasa dilakukan. menurutnya mutasi tersebut tidak ada yang istimewa.
“Buktinya tanggal 12 kemarin IPW sudah memprediksi bakal ada mutasi di tubuh Polri,” ujarnya.
Apalagi, ia menambahkan, Kapolri Idham Azis akan memasuki masa pensiun di awal 2021, maka tak heran penggantian itu dilakukan. Sekjen PKS itu memastikan dalam waktu dekat akan ada dua sampai tiga jenderal bintang dua yang bakal naik menjadi bintang tiga.
“Para perwira yang naik menjadi bintang tiga itu dipastikan akan masuk dalam bursa calon Kapolri untuk menggantikan Idham Azis,” tuturnya.
Selain itu, Aboebakar melihat setidaknya ada 30 jendral perwira Polri yang bakal pensiun. Para jenderal itu pensiun mulai dari bulan November, Desember, dan Januari 2020. Oleh karena itu ia melihat posisi yang ditempati tersebut juga perlu diganti yang baru.
“Kita berharap para pejabat baru segera adaptasi dengan lapangan, karena menjelang pilkada, misalkan saja di Kalsel ada Pilgub, jadi kapolda baru akan baik segera menyesuaikan,” pesannya.
Penegakan Hukum
Upaya menegakkan protokol kesehatan Covid-19 tidak hanya dilakukan Kapolri dengan memutasi sejumlah anak buahnya. Kapolri Jenderal Pol Idham Azis juga menerbitkan Surat Telegram Kapolri berisi pedoman penegakkan hukum terhadap terjadinya pelanggaran protokol kesehatan.
Surat telegram ini tertuang dengan nomor: ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020. “Betul, STR (surat telegram rahasia) terkait penegakkan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan dalam rangka menjaga keselamatan rakyat dari bahaya Covid-19,” kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo.
Dalam surat telegram tersebut, Kapolri Idham Azis memaparkan data tentang masih tingginya kasus Covid-19 di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena tingkat kedisiplinan masyarakat masih belum sesuai harapan dalam mematuhi protokol kesehatan.
“Karena begitu besar angka yang terkonfirmasi positif maupun yang meninggal,” katanya.
Kapolri menekankan pada upaya memperkuat dan meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian Covid-19 melalui sinergi bersama TNI, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, kementerian/lembaga untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan serta mendampingi aparatur daerah dalam menegakkan disiplin dan menerapkan sanksi. Kapolri juga meminta jajarannya menegakkan hukum secara tegas jika ada upaya penolakan, ketidakpatuhan atau upaya lain yang menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu stabilitas kamtibmas.
“Oleh karena itu aparat harus melaksanakan STR dengan tegas dan ada konsekuensi sanksi bagi yang tidak melaksanakan STR. Ini sudah menjadi kebijakan pimpinan Polri dan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan tegas demi keselamatan jiwa masyarakat,” tutur Sigit.
Bagi jajaran Polri yang tidak mampu melaksanakan penegakkan hukum secara tegas, maka pihaknya akan melakukan evaluasi dan diberikan sanksi. Selain penegakkan hukum, Kapolri juga meminta jajaran Polri untuk menjadi teladan bagi masyarakat dengan selalu menerapkan protokol kesehatan secara disiplin dalam kehidupan sehari-hari serta membina untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian dan pencegahan Covid-19 dengan memanfaatkan sarana, teknologi informasi.
Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mewakili Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.
Dalam surat itu disebut Polri akan melakukan langkah upaya secara administratif, taktis dan teknis yang menjadi acuan dalam penyelidikan maupun penyidikan terhadap pelanggar tindak pidana penerapan protokol kesehatan Covid-19.
Upaya pemenuhan alat bukti menjadi acuan dalam penyidikan terhadap pelanggar atau pelaku tindak pidana penerapan protokol kesehatan. Lalu, langkah upaya koordinasi Criminal Justice System untuk kelancaran proses penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Selain itu, bagi personel Polri yang tidak mampu melaksanakan penegakan hukum secara tegas terhadap segala pelanggaran protokol kesehatan maka akan dievaluasi dan diberikan sanksi. Dalam telegram tersebut, proses hukum tersebut diberlakukan lantaran kepolisian bertugas menjaga Harkamtibmas, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta penegakan hukum harus senantiasa menjunjung tinggi azas Salus Populi Suprema Lex Exto atau Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi.
Pada poin kelima telegram tersebut, Polri menyatakan bahwa apabila dalam penegakan Perda/peraturan kepala Daerah tentang penerapan protokol kesehatan Covid-19, ditemukan adanya upaya penolakan, ketidakpatuhan atau upaya lain yang menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu stabilitas Kamtibmas maka akan dilakukan upaya penegakan hukum secara tegas terhadap siapapun.
Tindakan tegas itu sesuai dengan Pasal 65, Pasal 212, Pasal 214 ayat (1) dan (2), Pasal 216, dan Pasal 218 KUHP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 84 dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018.