Indovoices.com –Pengusaha Tommy Sumardi mengaku menerima informasi surat pemberitahuan terhapusnya red notice atas nama Djoko Tjandra dari sistem Interpol adalah palsu. Informasi tersebut disampaikan oleh Djoko Tjandra.
Hal itu terungkap saat sidang kasus surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Tommy menuturkan, ia diminta Djoko Tjandra yang merupakan rekannya sejak tahun 1998 untuk mengecek status red notice Interpol ke Mabes Polri.
Atas rekomendasi teman-temannya, Tommy lalu menghubungi Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat sebagai Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri. Prasetijo lalu mengenalkan Tommy kepada Irjen Napoleon.
Menurut Tommy, Napoleon mengatakan bahwa red notice Djoko Tjandra sudah terbuka.
“Artinya itu sudah terhapus dari luar negeri. Namanya sudah terhapus,” ungkap Tommy saat sidang.
Setelah itu, Tommy menyerahkan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon dengan total Rp 7 miliar.
Hakim lalu menanyakan apa bukti yang bisa menyatakan bahwa nama Djoko Tjandra sudah terhapus dari red notice Interpol. Tommy mengungkapkan ada surat pemberitahuan kepada pihak Imigrasi dari Napoleon.
Akan tetapi, menurut pengakuan Tommy, Djoko Tjandra mengatakan surat tersebut palsu.
“Kalau enggak salah surat pemberitahuan kepada Imigrasi dari Napoleon. Terus beliau (Djoko Tjandra) bilang suratnya palsu,” kata Tommy.
Tommy mengaku tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan surat palsu oleh Djoko Tjandra.
“Saya nggak tahu palsu apanya. Pak Djoko bilang, ‘Tom, suratnya palsu’. Ya sudah saya lapor Brigjen Prasetijo,” ucapnya.
Sebagai informasi, Tommy merupakan terdakwa di kasus lain, yakni kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra. Dalam kasus tersebut, Tommy disebut sebagai orang yang diminta Djoko Tjandra untuk mengurus red notice.
Tommy didakwa sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra kepada dua jenderal polisi, yakni Irjen Napoleon dan Brigjen (Pol) Prasetijo. Sementara, dalam kasus surat jalan palsu, Djoko Tjandra bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo didakwa telah memalsukan surat jalan.
Berdasarkan dakwaan, surat jalan itu diterbitkan oleh Prasetijo saat menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Prasetijo juga diduga turut berperan dalam penerbitan surat kesehatan dan surat bebas Covid-19 yang dibutuhkan dalam pelarian Djoko Tjandra.
Dengan surat-surat tersebut, Djoko Tjandra disebut dapat keluar-masuk Indonesia sebanyak dua kali melalui Pontianak dalam kurun waktu 6-8 Juni 2020 dan 20-22 Juni 2020. Padahal saat itu Djoko Tjandra merupakan narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang berstatus buron.(msn)