Indovoices.com –Selama empat tahun terakhir, saya sudah menyaksikan hari-hari menyenangkan maupun momentum buruk yang dilalui Donald Trump.
Namun Sabtu (07/11) lalu sangat berbeda dengan hari-hari Trump lainnya. Hari itu dia dinyatakan kalah dari Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat.
Hari itu Trump mengenakan jaket penahan angin, celana panjang hitam, dan topi bertuliskan MAGA (Make America Great Again).
Trump meninggalkan Gedung Putih beberapa menit sebelum jam 10 pagi.
Sepanjang pagi itu, Trump aktif mengunggah cuitan ke akun Twitter miliknya, tentang apa yang dituduh sebagai kecurangan pemilu.
- Gugatan apa yang sedang direncanakan tim kampanye Trump?
- Lima alasan Joe Biden dapat memenangi Pilpres AS
- Dari pandemi Covid-19 hingga masalah ras dan imigran, bagaimana strategi Joe Biden menangani isu-isu kontroversial?
Saat keluar Gedung Putih, Trump sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, seolah-olah sedang mendorong angin.
Trump naik ke mobil serba hitam, menuju ke klub golf miliknya, Trump National, di kawasan Sterling, Virginia, sekitar 40 kilometer dari Gedung Putih.
Saat itu, Trump menunjukkan sikap percaya diri. Pagi itu terlihat indah, cocok untuk bermain golf. Trump diagendakan menghabiskan Sabtu di sana.
Namun orang-orang yang bekerja di lingkaran Trump terlihat gelisah. “Apa kabar?” Saya bertanya pada salah satu staf bawahannya.
“Baik,” ujarnya. Staf perempuan Trump itu tersenyum, tapi matanya menyipit. Dia menatap teleponnya.
Trauma pemilu
Pejabat dan pegawai di Gedung Putih mengalami tekanan berat sejak pilpres berlangsung. Pemungutan suara digelar Selasa pekan lalu, tapi rasanya seperti sudah lama berlalu.
Banyak meja di sisi sayap barat Gedung Putih kosong ketika saya berjalan melewatinya, Sabtu pagi lalu. Beberapa staf memang terinfeksi virus corona dan tak boleh berkantor. Sementara para pegawai lainnya tengah menjalani karantina.
Mulai sekitar pukul 11.30, saat Trump berada di klub golfnya, BBC dan televisi jaringan yang berbasis di AS mulai memberitakan kemenangan Joe Biden.
Ketika saya mendengar berita itu, saya sedang berada di sebuah restoran Italia yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari klub golf Trump.
Saya merupakan satu dari sedikit wartawan yang secara resmi meliput pers Gedung Putih dan bepergian mengikuti agenda Trump. Sabtu siang itu, kami menunggunya keluar dari klub.
“Dia menyebalkan dan merusak,” kata seorang wanita di luar restoran. Seperti kebanyakan orang di kawasan yang condong ke Demokrat, perempuan itu memilih Biden.
Adapun sekelompok orang lainnya di luar restoran bertanya-tanya kapan Trump akan meninggalkan klub golf itu dan kembali ke Gedung Putih. Menit-menit berlalu, lalu berjam-jam.
“Dia menikmati waktunya,” kata seorang aparat, dengan tenang, kepada rekannya.
Trump memang tidak terburu-buru untuk pulang. Di klub golf itu, dia dikelilingi teman-temannya. Di luar gerbang, para pendukung meneriaki saya dan wartawan lainnya, “Bubarkan media massa!”
Seorang wanita yang mengenakan sepatu hak kokoh dan bandana merah-putih-biru membawa tanda bertuliskan “Berhenti mencuri.”
Seorang pria mengendarai truknya mondar-mandir di depan klub golf. Dia mengibarkan beberapa bendera, termasuk satu bendera yang menggambarkan Trump berdiri di atas tank, seolah-olah dia adalah pimpinan dunia.
Bendera itu menunjukkan bagaimana para pendukung Trump melihatnya, sekaligus bagaimana politikus Partai Republik itu memandang dirinya sendiri selama empat tahun terakhir.
Akhirnya, Trump keluar dari klub dan pulang ke Gedung Putih. Ribuan orang yang menentangnya juga menunggu momen itu.
‘Kamu kalah dan kami semua menang’
Iring-iringan mobil Trump menderu-deru di Virginia. Saya yang berada di iring-iringan mobil van di belakangnya, nyaris kecelakaan di tol Fairfax County Parkway. Sirene pengiring mobil Trump terus meraung.
Semakin dekat ke Gedung Putih, semakin besar kerumunan orang. Mereka berkumpul untuk merayakan kekalahan Trump. Seseorang mengangkat poster bertuliskan “Kamu kalah dan kami semua menang.”
Orang-orang di kawasan itu membunyikan klakson dan mencemooh Trump.
Saya dan iring-iringan Trump masuk ke Gedung Putih. Trump masuk melalui pintu samping, pintu masuk yang jarang dilaluinya. Bahu Trump tampak merosot. Kepalanya tertunduk.
Trump menoleh dan melihat saya dan jurnalis lainnya di tempat khusus pers. Dia mengacungkan jempol kepada kami.
Itu adalah isyarat setengah hati. Trump tidak mengangkat tangannya tinggi-tinggi atau menjabat tangan, seperti yang sering dilakukannya.
Baik di Gedung Putih atau di klub golf, Trump tidak pernah goyah. Dia membuat klaim yang tidak berdasar tentang kecurangan pilpres. Trump berkeras bahwa klaimnya akan dibenarkan.
Pagi itu, Trump mengunggah cuitan tentang suara yang ‘diterima secara ilegal’. Sorenya, dia mengeluarkan cuitan dengan huruf kapital, “SAYA MENANGKAN PEMILIHAN.”
Namun itu adalah Trump yang tampak di Twitter. Trump yang saya lihat dengan mata saya meninggalkan kesan yang berbeda.
Saat Trump masuk ke pintu samping Gedung Putih pada sore hari, kesombongan itu hilang.(msn)