Indovoices.com –Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memantau simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020).
Depok akan menjadi salah satu kota prioritas vaksinasi Covid-19 karena tercatat sebagai penyumbang infeksi virus corona terbanyak di Jawa Barat.
Hingga data terbaru, Depok sudah melaporkan 6.677 kasus Covid-19 sejak Maret. Sebanyak 1.331 di antaranya masih dirawat saat ini.
Depok rencananya akan menerima sekitar 300.000-an paket vaksin Covid-19 yang diimpor oleh pemerintah pusat sebagai vaksinasi tahap 1.
Untuk diketahui, vaksinasi Covid-19 di Indonesia menuai pro-kontra. Kalangan kesehatan menilai, vaksinasi Covid-19 semestinya tak tergesa-gesa dilakukan.
Pasalnya, dalam vaksinasi tahap 1 yang rencananya menggunakan vaksin Sinovac pabrikan mancanegara, belum ada hasil uji klinis yang dilakukan terhadap relawan dalam negeri untuk membuktikan efektivitas dan keamanannya.
Berikut Kompas.com merangkum sejumlah hal mengenai simulasi vaksinasi Covid-19 di Depok:
1. Alur panjang: habiskan 45 menit per orang
Dari hasil simulasi, pria yang akrab disapa Emil itu menyatakan, setiap penerima vaksin akan melalui sejumlah tahapan yang paling cepat menyita 45 menit per orang. Waktu ini di luar waktu mengantre.
“Urutannya tadi, dari mulai cuci tangan, lalu mengecek surat-suratan,” kata Emil.
“Kemudian ada pemeriksaan kesehatan, kemudian dilakukan penyuntikan,” ujarnya.
Tidak berhenti di sana, setelah disuntik vaksin, penerima vaksin diminta untuk menunggu kurang lebih 30 menit.
“Ada protokol 30 menit setelah disuntik apakah ada reaksi langsung,” ujar eks Wali Kota Bandung itu.
2. Penerima vaksin akan disuntik lagi kelak
Tak berhenti di situ, para penerima vaksin juga masih harus disuntik sekali lagi.
Namun demikian, Emil tak menjelaskan alasan mengapa penyuntikan tersebut mesti dilakukan dua kali.
“Rekan-rekan juga harus tahu bahwa vaksin itu tidak disuntik sekali tetapi dua kali,” ujar Emil.
“Jadi orang yang sama disuntik vaksin, mungkin di hari ke-30 atau sesuai arahan dokter dia harus datang lagi,” lanjutnya.
3. Hasil simulasi akan jadi dasar kebijakan program vaksinasi
Simulasi tempo hari dilakukan dengan tujuan menghitung berbagai hal yang diperlukan terkait vaksinasi.
Pemerintah, sebut Emil, mesti menghitung berbagai faktor seperti waktu, frekuensi penyuntikan, jumlah tenaga medis, hingga ketersediaan tempat dalam menjalankan program vaksinasi kelak.
“Kabar (hasilnya) ini mungkin baru bisa kami berikan dalam seminggu ke depan. Saya lakukan jauh-jauh hari maksudnya supaya kita bisa masuk menghitung statistiknya,” kata dia.
“Detail-detail itu nanti sedang kita hitung dan nanti ketahuan untuk menyuntik mayoritas warga Jawa Barat itu butuh 30 hari kah, atau 45 hari kah, atau 3 bulan, kita tidak tahu, karena ini sedang dihitung,” ujar Emil.
4. Buka peluang menyulap tempat lain jadi lokasi vaksinasi.
Dalam rencana awal, puskesmas dirancang menjadi lokasi utama vaksinasi, selain di rumah sakit.
Meskipun begitu, eks Wali Kota Bandung tersebut tak menutup kemungkinan akan mengalihfungsikan sejumlah lokasi lain sebagai alternatif tempat vaksinasi.
Hal itu akan ditempuh apabila kapasitas fasilitas kesehatan tak cukup melayani ratusan ribu warga yang akan divaksin.
“Kalau tidak cukup berarti gedung serbaguna, gedung bulutangkis, semua harus kita sulap menjadi tempat pemvaksinan,” jelas Emil.
“Kami melaksanakan simulasi karena kami ingin tahu, pertama apakah jumlah puskesmas di Depok dan Jawa Barat ini cukup? Nanti ketahuan satu puskesmas tipe begini, itu satu hari kerja bisa melakukan pelayanan pemvaksinan berapa jumlahnya,” katanya.(msn)