Indovoices.com –Indonesia resmi mencatat total 303.498 kasus corona pada Minggu (4/10). Dengan catatan tersebut, pertumbuhan kasus corona di Indonesia untuk pertama kalinya bertambah 100 ribu kasus dalam waktu kurang dari sebulan.
Berdasarkan catatan percepatan pertumbuhan kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Dari kasus pertama yang diumumkan pada 2 Maret hingga kasus ke-100 ribu pada 27 Juli 2020, misalnya, membutuhkan waktu selama 178 hari.
Durasi pertambahan kasus semakin pendek pada kelipatan berikutnya, di mana jarak antara kasus ke-100 ribu hingga 200 ribu kasus per 8 September 2020 menjadi hanya 43 hari. Sedangkan dari kasus ke-200 ribu hingga 300 ribu per hari ini, jaraknya cuma 26 hari.
“Ini sesuai dengan yang namanya pola penambahan kasus secara eksponensial. Akan semakin cepat,” kata epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, ketika dihubungi, “Itupun sebetulnya belum menggambarkan angka sesungguhnya. Angka sesungguhnya jauh lebih besar.”
Dicky menambahkan, dirinya memperkirakan bahwa kasus corona di Indonesia sudah mencapai 1 juta kasus. Namun, karena tingkat tes swab PCR yang rendah di Indonesia, data resmi yang dihitung pemerintah tidak sampai sebanyak itu.
Indonesia sendiri memiliki rapor merah terkait tes dan pelacakan kasus COVID-19. Berdasarkan data dari Kemenkes per 3 Oktober 2020, Indonesia baru memeriksa 2.074.943 orang. Catatan itu membuat rasio tes PCR di Indonesia cuma 7,6 per 1.000 penduduk.
Tak cuma itu, distribusi tes PCR itu sendiri juga tidak merata. Berdasarkan laporan terakhir yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya ada empat provinsi di Indonesia yang sudah memenuhi standar minimum tes swab 1 orang per 1.000 penduduk dalam tiga pekan terakhir. Jumlah tes PCR terbesar disumbang oleh DKI Jakarta.
“Pada akhirnya kita tidak akan bisa menghindari Indonesia ini sebetulnya, yang saya sudah prediksi awal sih, sebetulnya kita sudah punya 1 juta kasus asimptomatik,” kata Dicky.
“Karena cakupan deteksi testing kita yang rendah inilah yang membuat banyak kasus tidak terdeteksi. Saat ini, itu bukan hal yang mengagetkan sebetulnya. Termasuk, terutama di Jawa ya, kapasitas tesnya masih jauh dari yang distandarkan,” pungkasnya.(msn)