Indovoices.com –Ada peristiwa menarik dalam sidang umum PBB pada Minggu (27/9). Penyebabnya, Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, menyinggung masalah Papua.
Loughman mengatakan, sampai dengan saat ini masih ditemukan banyak pelanggaran HAM di Papua.
“Di wilayah kami masyarakat asli Papua Barat terus menderita akibat pelanggaran HAM,” kata Loughman dalam pidatonya.
Bukan tanpa sebab Loughman menyinggung Papua di sidang umum PBB. Sebab ia mengatakan masalah Papua kini sudah menjadi perhatian khusus negara di Pasifik.
Selain itu Loughman mengatakan, pemimpin negara Pasifik sudah menyerukan agar Indonesia mengizinkan Dewan HAM PBB mengunjungi Papua. Hanya saja ia mengatakan seruan itu tidak pernah mendapat respons Pemerintah Indonesia.
“Tahun lalu pemimpin Forum Kepulauan Pasifik menyerukan Indonesia untuk mengizinkan Dewan Ham PBB untuk mengunjungi provinsi Papua Barat,” kata Loughman.
Sekilas Mengenai Negara Vanuatu
Vanuatu merupakan negara kecil di Pasifik Selatan. Negara itu mempunyai luas wilayah 12.189 kilometer persegi dan populasi penduduk 270 ribu jiwa.
Vanuatu juga sebenarnya sudah sering menyinggung masalah Papua. Bahkan mereka juga mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Sebagai buktinya, pada 2017 lalu Sekretaris Parlemen di Kantor Perdana Menteri Vanuatu, Johny Koanapo, menegaskan mereka akan terus menyoroti permasalahan yang terjadi di Papua.
“Isu Papua akan tetap menjadi yang paling utama dalam agenda politik Vanuatu,” kata Koanapo.
Vanuatu sudah menggunakan banyak untuk menarik dukungan dan perhatian dunia soal isu Papua. Hampir setiap tahun mereka menyuarakan masalah Papua di berbagai forum PBB, salah satunya dalam sidang umum.
Mereka juga merongrong Indonesia dengan menyelundupkan tokoh separatis Papua, Benny Wenda, ke kantor Komisi Tinggi PBB untuk HAM (KTHAM).
Vanuatu Dinilai Tidak Representasikan Indonesia
Pernyataan Loughman soal masalah di Papua kemudian direspons oleh diplomat perwakilan Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu melalui hak jawab. Ia menegaskan Vanuatu bukan representasi masyarakat Papua.
“Saya bingung, bagaimana suatu negara dapat mencoba untuk mengajari negara lain sementara kehilangan inti dari seluruh prinsip dasar Piagam PBB?” kata Silvany.
“Melakukan apa yang benar berarti menghormati prinsip-prinsip tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain dan melakukan apa yang benar, untuk menghormati kedaulatan dan Integritas wilayah negara lain. Ya, sebelum anda melakukan hal itu, tolong jangan mencermati negara lain,” tambah dia.
Selain itu Silvany juga membahas mengenai konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi rasial, yang belum ditandatangani oleh Vanuatu hingga saat ini.
Ia kembali menegaskan Papua dan Papua Barat merupakan bagian tak terpisahkan dari Indonesia.
“Indonesia akan terus berjuang melawan advokasi separatisme di balik kekhawatiran soal Hak Asasi Manusia. Papua dan Papua Barat adalah bagian tidak terpisahkan dari Indonesia sejak 1945. Hal ini sudah secara formal didukung PBB dan komunitas global sejak puluhan tahun lalu,” tegas dia.
Sosok Silvany Pasaribu Diplomat Muda Indonesia yang ‘Melawan’ Vanuatu
Pernyataan sigap yang disampaikan oleh Silvany membuat banyak masyarakat bertanya. Lalu siapakah Silvany Pasaribu?
Berdasarkan keterangan dari website Kemlu.go.id, Silvany saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kedua Fungsi Ekonomi untuk Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS.
Sebelum itu, Silvany pernah menjabat sebagai Atase Kedutaan RI di Inggris.
Sementara di akun LinkedIn-nya, Silvany mencantumkan ia menempuh jurusan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, kemudian melanjutkan sekolah dinas luar negeri. Setelah itu Silvany melanjutkan pendidikan master di University of Sydney.(msn)