Indovoices.com –Kota Depok dinilai memerlukan uluran tangan DKI Jakarta agar dapat menanggulangi pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono, pakar yang juga sempat menjadi ahli penanganan Covid-19 di Depok tetapi mengaku belakangan sudah jarang dilibatkan lagi.
“Kota Depok itu miskin begitu, jadi harus dibantu oleh Jakarta. Kalau tidak dibantu rasanya tidak mungkin,” kata Miko ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/9/2020).
Ia menyoroti dua hal, yakni lokasi isolasi khusus pasien Covid-19 tanpa gejala dan minimnya ketersediaan laboratorium PCR.
Soal masalah pertama, DKI Jakarta telah meniadakan isolasi mandiri, sehingga pasien tanpa gejala mesti direlokasi ke lokasi isolasi khusus, termasuk hotel bintang 2 dan 3.
Kota Bekasi juga punya Stadion Patriot Candrabhaga yang kini dialihfungsikan untuk isolasi pasien Covid-19.
Pemerintah Kota Depok memang punya mekanisme merujuk pasien tanpa gejala ke dua rumah sakit khusus isolasi, yakni RS Citra Medika dan RS Hasanah Graha Afiah, bila kondisi rumah pasien tak ideal untuk isolasi mandiri.
Namun, menurut Miko, sebaiknya seluruh pasien di Depok, tanpa terkecuali, tak diperkenankan lagi isolasi mandiri di rumah, karena berpotensi menularkannya ke keluarga maupun lingkungan sekitar.
“Artinya, Depok sebaiknya diberikan wewenang untuk mengelola fasilitas-fasilitas punya DKI Jakarta, tetapi adanya di perbatasan (Jakarta-Depok),” jelasnya.
“Seperti di Pasar Minggu, itu kan sebetulnya dekat perbatasan, dan di situ ada wisma milik DKI, harusnya bisa digunakan oleh Depok. Lalu di Ciracas, juga perbatasan dengan Depok, itu juga ada wisma milik DKI, kemudian ada GOR Ciracas, itu bisa digunakan,” ungkap Miko.
Tanpa meminta bantuan ke Jakarta, menurut dia, Depok akan kesulitan mengatasi munculnya klaster keluarga karena Depok kekurangan fasilitas.
“Depok tidak punya wisma, tidak punya gelanggang olahraga. Gelanggang olahraga pun cuma Depok Timur dan itu tidak memenuhi syarat karena berada di perkampungan,” ujarnya.
Selain soal lokasi isolasi, ia juga menyoroti soal minimnya laboratorium PCR untuk menguji hasil tes swab warga Depok.
Sebagai perbandingan, DKI Jakarta punya lebih dari 50 jejaring laboratorium pemeriksaan PCR.
“Depok baru punya satu laboratorium (PCR), yaitu Labkesda. Labkesda itu mampu 200 paling maksimal sehari. Sisanya harus dites di Jakarta, kalau contact tracingnya banyak, seperti ke Litbangkes,” kata Miko.
“Kalau ke Litbang kan gratis, kalau (kerja sama dengan laboratorium lain seperti) RS UI atau RS Mitra kan bayar. Kalau sekarang ada duit, ya bisa. Tapi kalau nggak ada duit, ya berhenti lagi,” tuturnya.
Kompas.com berupaya meminta tanggapan kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris, namun yang bersangkutan belum bisa dihubungi hingga artikel ini disusun.
Kota Depok masih menjadi wilayah dengan laporan kasus positif Covid-19 tertinggi di Bodetabek dan Jawa Barat, dengan total 3.339 kasus positif Covid-19, hingga data terakhir dirilis kemarin.
Dari jumlah itu, sebanyak 857 pasien sedang ditangani karena terinfeksi virus corona saat ini.(msn)