Indovoices.com –Pemerintah berencana akan menggabungkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di KTP menjadi satu data tunggal Single Indentity Number (SIN). Tujuannya untuk mensinkronkan dan validasi data wajib pajak.
Namun, belum rencana ini terealisasi, masyarakat sudah khawatir. Mereka beranggapan akan dipajaki, meskipun tak termasuk wajib pajak.
Hal tersebut pun ditepis oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo. Menurut Suryo, yang akan dikenakan pajak adalah mereka yang penghasilannya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Artinya, hanya yang penghasilannya di atas Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan yang akan dikenakan pajak.
“Orang yang bayar pajak kan orang Indonesia, meskipun yang kena pajak yang PTKP kan. NPWP itu nomor identitas, sarana identifikasi sebenarnya,” kata Suryo di Gedung DPR RI, Kamis (3/9).
Rencana penggabungan NPWP dan NIK sebenarnya sudah lama mencuat. Namun belum bisa terwujud karena data yang ada masih tercecer, NIK sendiri berada di bawah Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), sementara NPWP di Ditjen Pajak.
Pada 2018, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri melakukan nota kesepahaman tentang kerja sama pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan KTP elektronik dalam lingkup tugas dan fungsi Kemenkeu.
Selanjutnya nota kesepahaman itu dilanjutkan dengan perjanjian kerja sama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Dukcapil. Nah dari perjanjian kerja sama ini, otoritas pajak mendapatkan hak akses data kependudukan.
Beberapa hak akses tersebut yaitu berupa nomor Kartu Keluarga (KK), Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, tempat lahir, tanggal/bulan/tahun lahir, golongan darah, agama, status perkawinan, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, nama ibu kandung, nama ayah, dan alamat, serta hak akses terhadap data foto dan data keluarga.
Dirjen Pajak saat itu, Robert Pakpahan, menuturkan bahwa kerja sama tersebut berguna untuk sinkronisasi, verifikasi, dan validasi dalam rangka pendaftaran dan perubahan data wajib pajak. Selain itu juga untuk melengkapi database master file wajib pajak.
“Dan mendukung kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan melalui pemanfaatan NIK,” kata Robert saat itu.
Di sisi lain, manfaat bagi Ditjen Dukcapil yakni mendapatkan akses berupa NPWP sebagai data balikan secara otomatis.
Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, proses sinkronisasi data itu terus berlangsung hingga saat ini. Sayangnya, dia tak menjelaskan lebih lanjut kapan target penggabungan NPWP dan NIK menjadi SIN selesai dilakukan. “Prosesnya jalan terus pokoknya,” kata Suryo.
SIN merupakan salah satu upaya otoritas untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. SIN juga dianggap sebagai alat efektif untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam sistem perpajakan berbasis self-assessment.
Dirjen Pajak 2001-2006, Hadi Poernomo, juga pernah menyebutkan Ditjen Pajak sudah memiliki landasan kuat dalam sistem SIN. Hal itu tertuang dalam Pasal 35A dan 41C UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam beleid itu disebutkan, Ditjen Pajak berhak meminta keterangan dari pihak ketiga seperti bank, akuntan publik, dan lainnya tentang wajib pajak yang diperiksa.
Selain itu, baik entitas pemerintah maupun swasta, diberi kewajiban untuk memberi data dan informasi terkait dengan perpajakan kepada Ditjen Pajak. Jika data itu kurang, otoritas pajak berhak menghimpun data dan informasi tersebut untuk kepentingan penerimaan negara.
Data atau informasi yang dimaksud adalah data informasi yang menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan/kekayaan, termasuk informasi debitur, transaksi keuangan, lalu lintas devisa, kartu kredit, dan laporan keuangan/kegiatan usaha.
Bila ada usaha atau pihak yang menghalangi kebijakan tersebut, ada sanksi denda maupun pidana yang akan dikenakan.(msn)