Indovoices.com –Tanaman ganja menjadi kontroversi setelah Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkannya sebagai salah satu tanaman obat komoditas binaan. Keputusan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menandatangani aturan tersebut pada 3 Februari 2020. Rupanya, tanaman ganja yang merupakan jenis tanaman psikotropika selama ini telah masuk ke dalam kelompok tanaman obat sejak tahun 2006. Hal tersebut tercantum dalam Kepmentan Nomor 511 Tahun 2006.
“Pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu,” ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha dalam keterangan resmi, Sabtu (29/8).
Ia mengatakan, aturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat hanya dilakukan bagi ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh UU Narkotika. Namun hingga saat ini, kata dia, belum ada satu pun petani ganja legal dan menjadi binaan Kementan.
Secara prinsip, kata dia, sebagaimana yang dimaksud pada Kepmentan 104/2020, izin budidaya pada tanaman ganja diberikan namun dengan memperhatikan ketentuan dalam perundang-undangan. “Penyalahgunaan tanaman menjadi bagian tersendiri dan tentu ada pengaturannya tersendiri,” jelas dia.
Ia menjelaskan, dalam pasal 67 UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, disebutkan budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan kecuali ditentukan undang-undang.
Kepmentan dicabut sementara
Setelah menimbulkan kontroversi dan menjadi sorotan publik, Kementan memilih untuk mencabut sementara aturan tersebut. Apalagi, Tommy memastikan bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba.
Oleh karena itu, aturan tersebut akan dicabut terlebih dahulu untuk direvisi. “Maka Kepmentan Nomor 104 Tahun 2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” kata Tommy.
Beberapa stakeholder yang akan berkoordinasi terkait hal ini adalah Badan Narkotika Nasional (BNN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Kementeran Kesehatan (Kemenkes).
Tak hanya itu, pihaknya juga melakukan edukasi bersama BNN untuk pengalihan ke pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan di daerah-daerah yang selama ini menjadi wilayah penanaman ganja ilegal.
Adapun tanama ganja menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, masuk ke dalam jenis narkotika golongan I. Ganja yang masuk dalam jenis ini adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman, termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja, termasuk damar ganja dan hasis.
Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika golongan I, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.(msn)