Indovoices.com –Pemerintah berencana untuk menghapus kelas BPJS Kesehatan. Selama ini, kelas peserta di lembaga asuransi kesehatan pemerintah tersebut dibedakan dari besaran iuran dan fasilitas yang didapatkan. Sebagai gantinya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menerapkan standar pelayanan rumah sakit yang sama untuk semua peserta BPJS Kesehatan.
Nantinya, tak akan ada lagi pembedaan kelas layanan seperti saat ini yang terdiri dari kelas I, kelas II, dan kelas III. Adapun perbedaan masing-masing 3 kelas di BPJS Kesehatan diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan. Perbedaan fasilitas sesuai dengan kelas juga diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 adalah tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Padahal dalam skema manfaat BPJS Kesehatan, peserta bisa mendapatkan layanan yang sama untuk dokter, pemeriksaan, pengobatan, konsultasi dokter spesialis, obat, pemeriksaan lab, dan sebagainya. Yang membedakan hanya pada fasilitas ruang rawat inap.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Sharon Gondodiputro menyatakan apresiasinya kepada pemerintah atas rencana penghapusan kelas tersebut. Sharon mengatakan sejatinya kelas-kelas pelayanan di rumah sakit merupakan biang pemborosan.
“Apa sih yang membedakan kelas VIP, 1, 2, dan 3? Hanya fasilitas amenitis. Yang membedakan kalau kelas 3 ramai-ramai, kelas 2 mungkin hanya 2 bed, kelas 1 sendiri. VIP apalagi mungkin ada ruang karaoke, ada ruang tamu. Itu adalah pemborosan menurut saya,” ungkap Sharon dalam Webinar “Mengurai Benang Kusut JKN: Apa Kata Para Ahli?”.
Menurut Sharon dalam ilmu kesehatan masyarakat sejatinya pelayanan kesehatan tidak boleh dibeda-bedakan berdasarkan status sosial masyarakat. Sharon menegaskan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama.
Bahkan selama ini menurut Sharon, semua pelayanan kesehatan sejatinya punya kualitas layanan yang sama. Sharon mencontohkan, jika ada dua pasien dengan diagnosa yang sama, namun mengambil kelas layanan berbeda, pelayanan yang akan didapatkan tetap sama.
Misalnya pasien A didiagnosa menderita batu ginjal dan harus melakukan operasi kemudian pasien tersebut mengambil kelas VIP. Sedangkan ada pasien B, dengan diagnosa penyakit yang sama namun mengambil layanan kelas 3. Sharon memastikan bahwa kedua pasien tersebut akan mendapatkan tindakan operasi yang sama meski berbeda kelas pelayanan. Bahkan obat dan cara perawatannya pun tetap sama.
Perbedaan kelas ini menurut Sharon justru akan menimbulkan diskriminasi. Banyak pihak beranggapan bahwa pelayanan kelas 3 hanya untuk masyarakat miskin. Lalu muncul juga anggapan bahwa adanya pembagian kelas ini ditujukan agar rumah sakit bisa melakukan subsidi silang.
Artinya pasien VIP yang membayar mahal akan mensubsidi pasien kelas 3. Sharon pun membantah hal tersebut. Sebab menurutnya hal tersebut tidak mungkin terwujud mengingat jumlah antara pasien kelas VIP dan kelas 1 tidak sebanding dengan jumlah pasien kelas 3.
“Toh selama ini kelas 3 lebih banyak, bed-nya lebih banyak. Kelas satu ada katanya untuk cross subsidi. Sampai kapanpun enggak akan ada cross subsidi karena jumlah pasien kelas 1 lebih sedikit dari kelas 3,” tandasnya.(msn)