Indovoices.com –Ahli epidemiologi atau epidemiolog dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, menilai ditiadakannya surat izin keluar masuk disingkat SIKM Jakarta tak berdampak signifikan pada jumlah kasus positif Covid-19.
Sebab, dia menganggap, sedari awal diterapkan, SIKM memang tak bisa menekan penularan Corona.
“SIKM yang lalu juga tidak tepat menurut saya. Jadi tidak apa-apa (ditiadakan), tidak banyak dampaknya,” kata dia saat dihubungi.
Ketika kebijakan SIKM berjalan, Syahrizal menuturkan, tidak semua pengendara yang keluar atau masuk Jakarta terpantau pengawasan aparat. Dia menduga banyak orang yang lolos dari titik pengecekan alias check point.
Mereka yang membawa kendaraan menghindari check point dan keluar-masuk Ibu Kota lewat rute alternatif, sehingga SIKM jadi sia-sia.
“Saya juga dari awal tidak setuju ada SIKM itu. Bukan begitu cara menangani Covid-19. Tidak ada di dunia ini orang pakai SIKM kecuali DKI,” jelas dia.
Menurut Syahrizal, meminimalisasi penularan Covid-19 idealnya dilakukan dengan menutup daerah atau lockdown atau karantina wilayah di titik terkecil. Misalnya karantina wilayah di tingkat rukun tetangga (RT) selama 14 hari.
Epidemiolog itu menyatakan, tak ada waktu terlambat untuk menerapkan kebijakan tersebut. Akan tetapi, lanjut dia, masalahnya pemerintah tidak mampu menghadapi dampak sosial dan ekonomi atas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Sehingga dilakukan skema-skema pelonggaran,” ujarnya.
Pemerintah DKI menyetop kewajiban SIKM mulai 14 Juli 2020. Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan menetapkan, warga dari luar Jabodetabek yang keluar-masuk Jakarta harus mengantongi SIKM. Aturan ini khusus bagi pekerja di 11 sektor yang dikecualikan. Tujuannya agar penularan virus Corona tak meluas.(msn)