Indovoices.com –Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menceritakan proses senyap ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Serbia ke Indonesia. Yasonna mengaku melaporkan rencana penjemputan Maria Lumowa kepada sejumlah menteri, tetapi meminta mereka merahasiakan hal itu terlebih dulu.
Menurut Yasonna, dia melapor kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk diteruskan kepada Presiden Joko Widodo, serta Kantor Staf Presiden. “Saya minta kita rahasiakan dulu, kita rahasiakan sebelum betul-betul yang bersangkutan ada di tangan kita,” kata Yasonna dalam konferensi pers.
Yasonna mengklaim pemerintah melakukan diplomasi tingkat tinggi untuk membawa pulang Maria Lumowa dari Serbia. Selain belum adanya ikatan perjanjian ekstradisi kedua negara, Yasonna mengatakan ada ‘gangguan’ dalam proses ekstradisi tersebut.
Yasonna mengaku mendapat cerita dari Duta Besar Indonesia di Serbia Chandra W. Yudha yang mengatakan bahwa ada upaya intens dari salah satu negara yang melobi agar Maria tak diekstradisi. “Saya katakan karena beliau warga negara Belanda, ada lobi-lobi. Bukan hanya kita yang melobi,” kata Yasonna.
Meski begitu, lanjut Yasonna, Serbia adalah negara hukum yang memiliki kedaulatan sendiri. Ia pun berterima kasih atas kerja sama dan komitmen pemerintah Serbia untuk menyerahkan Maria ke Indonesia.
Yasonna menuturkan ekstradisi ini menunjukkan Indonesia adalah negara hukum. Ia berujar, orang-orang yang berurusan dengan hukum bisa melarikan diri, tapi tak bisa bersembunyi. “Walaupun orang sudah banyak lupa, tetapi hukum adalah hukum.” kata politikus PDIP ini.
Mahfud Md yang hadir dalam konferensi pers mengatakan, proses penyerahan buronan 17 tahun itu memang harus dilakukan dengan hati-hati. “Setelah melalui proses panjang dan diam-diam, terima kasih kepada Bapak Menkumham yang bekerja dalam senyap, tidak ada yang tahu, tidak ada yang dengar, karena memang harus hati-hati,” kata Mahfud.(msn)