Indovoices.com –tak seperti biasanya, Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/7) ini. Padahal, biasanya rapat digelar di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
“Ini sejarah baru karena tidak pernah biasa, kita membiasakan dalam proses jemput bola agar kita tahu persis mitra kita di kantornya tersebut,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni saat dihubungi.
Menurut Sahroni, rapat digelar di KPK sebagai bentuk dukungan Komisi III yang bergerak di bidang hukum untuk mitra penegakan hukum. Sehari sebelumnya, pada Senin (6/7), Komisi III juga telah berkunjung ke dua institusi hukum, Polri dan Kejaksaan.
Sayangnya RDP Komisi III DPR dan KPK digelar tertutup bagi media. Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, alasan pihaknya menggelar RDP secara tertutup demi meminimalisir salah persepsi di tengah publik. Karena, kata Herman, dirinya memprediksi akan ada isu-isu sensitif yang dibahas dalam RDP tersebut.
“(Digelar) tertutup. Ada hal-hal yang mungkin sensitif dipertanyakan oleh anggota sehingga itu tidak menjadi sesuatu yang disalahartikan ke luar,” ujar Herman di Gedung KPK Jakarta.
Namun, Herman tak menjelaskan secara detail isu-isu sensitif yang dimaksud. “Isu terkini sudah dipegang oleh masing-masing anggota. Saya sebagai ketua, kami membebaskan setiap fraksi untuk mempertanyakan apa yang sudah mereka agendakan,” ujar Herman.
Herman menambahkan RDP yang digelar secara tertutup bisa dilakukan sepanjang terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Karena, tidak ada aturan mutlak terhadap hal tersebut.
“Soal tertutup dan terbuka tidak ada aturan yang melarang, tergantung kesepakatan. Jadi, tidak ada aturan yang diperdebatkan kenapa terbuka, kenapa tertutup. Semua tergantung urgensi menurut pendapat kedua belah pihak,” jelas Herman.
Herman juga menegaskan tidak ada yang spesial dalam RDP kali ini lantaran digelar di Gedung KPK. Ia juga memastikan tidak akan ada intervensi dalam RDP yang digelar tertutup itu.
“Sesuai dengan UU MD3 bahwa DPR boleh mengadakan rapat di dalam Gedung DPR maupun di luar Gedung DPR. Tak ada aturan yang dilarang,” ucapnya.
Herman melanjutkan, dalam kesempatan yang sama para pimpinan maupun anggota Komisi III DPR akan melakukan pengecekan terhadap sejumlah fasilitas Gedung KPK. Hal ini lantaran sejak menjabat, Komisi III DPR RI belum sempat menyambangi lembaga antirasuah tersebut.
“RDP kali ini juga diharapkan dapat menguatkan sinergi antara Komisi III DPR dan KPK terkait agenda pemberantasan korupsi,” harapnya.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut tidak ada salahnya Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat di Kantor KPK. Meskipun, rapat tak lazim digelar di kantor mitra DPR.
“Kalau menurut tata tertib RDP itu boleh dilakukan di DPR maupun di mitra. Dan ini bukan pertama kali komisi iii melakukan rapat di tempat mitra,” kata Dasco di Kompleks Parlemen RI, Senayan.
Dasco mengatakan, justru rapat di tempat mitra kerja DPR RI ini memang harus menjadi kebiasaan bahwa rapat bisa dilakukan bergantian tanpa mengurangi makna rapat. Politikus Gerindra itu juga beralasan bahwa rapat di KPK merupakan salah satu bagian dari pengawasan Komisi III DPR RI.
“Apakah masih memadai, cukup memadai, atau masih belum memadai. Karena selain rapat, kawan-kawan juga meninjau fasilitas seperti rumah tahanan, fasilitas gedung dan lain lain,” kata Dasco.
Kritik ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan digunakannya Gedung Merah Putih KPK untuk RDP dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (7/7). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, lembaga antirasuah seperti lupa akan fungsi dari Gedung KPK.
“Setelah merayakan HUT Bhayangkara di Gedung KPK, rasanya Komjen Firli Bahuri kembali lupa bahwa Gedung KPK semestinya dipergunakan untuk kerja-kerja pemberantasan korupsi, bukan malah dijadikan tempat melaksanakan rapat dengar pendapat,” kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Selasa (7/7).
Kurnia mengaku tak heran dengan agenda RDP di Gedung KPK. Hal tersebut lantaran sejak KPK di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri nuansa kontroversi selalu melekat pada lembaga antirasuah itu.
“Bahkan publik tidak lagi menaruh kepercayaan yang tinggi kepada KPK. Hal ini disebabkan kinerja dari Pimpinan KPK yang sampai saat sekarang belum memperlihatkan prestasi konkret dalam upaya pemberantasan korupsi,” tegas Kurnia.
Ia menambahkan, setidaknya ada dua hal yang penting untuk disorot. Pertama, tidak ada urgensinya mengadakan RDP di gedung KPK.
“Kebijakan ini justru semakin memperlihatkan bahwa KPK sangat tunduk pada kekuasaan eksekutif dan juga legislatif,” ucap Kurnia.
Kedua, RDP dilakukan secara tertutup mengindikasikan ada hal-hal yang ingin disembunyikan oleh DPR terhadap publik. Semestinya dengan menggunakan alur logika UU KPK, DPR memahami bahwa lembaga antirasuah itu bertanggung jawab kepada publik.
“Jadi, setiap persoalan yang ada di KPK, publik mempunyai hak untuk mengetahui hal tersebut,” kata dia.
Seharusnya, lanjut Kurnia, dengan Komisi III DPR RI menggelar RDP di gedung lembaga antirasuah secara terbuka. Dengan digelar secara terbuka, para wakil rakyat tersebut bisa menanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini
“Seharusnya DPR mengagendakan pertemuan RDP itu di gedung DPR secara terbuka dengan mempertanyakan berbagai kejanggalan yang terjadi selama ini. Misalnya, tindak lanjut dugaan pelanggaran kode etik atas kontroversi helikopter mewah yang digunakan oleh Komjen Firli Bahuri beberapa waktu lalu,” tegas Kurnia.(msn