Indovoices.com –Komisi II DPR merasa kecewa dengan sikap Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tak kunjung mencairkan anggaran tambahan KPU untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020.
Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali mengusulkan pemberhentian Menteri Keuangan Sri Mulyani, karena tidak segera mencairkan anggaran KPU untuk pelaksanaan Pilkada 2020.
“Kita Komisi II bersama-sama membuat surat dan kesepakatan usulan pemecatan kepada menteri keuangan, karena dapat membahayakan kondisi para penyelenggara Pemilu dan masyarakat,” ujar Mardani Ali Sera saat rapat Komisi II dengan KPU di gedung Parlemen, Jakarta.
Sementara, Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Johan Budi meminta jika anggaran tidak cair sesuai jadwal yang ditentukan KPU, sebaiknya Pilkada 2020 ditunda.
“Kita tunda saja Pilkadanya karena tidak ada komitmen, kita sudah panggol Kemenkeu, sudah ketemu dengan Menteri Dalam Negeri, Ketua Gugus Tugas, jadi harus ada jawaban,” kata Johan Budi.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pihak KPU telah melakukan beberapa kali revisi batas waktu pencairan tambahan anggaran Pilkada, di mana awalnya pada 15 Juni 2020 karena akan memulai tahapan Pilkada.
“Kami menyakini proses butuh waktu panjang, tahapan verifijasi faktual yang semula dijadwalkan 18 Juni, digeser lagi jadi 24 Juni. Ternyata sampai 24 Juni pun anggaran belum bisa dicairkan,” kata Arief Budiman.
Melihat anggaran belum cair, Arief mengaku telah meminta KPU di daerah untuk tidak melakukan kegiatan terlebih dahulu dengan jumlah orang banyak tanpa alat pelindung diri (APD).
“Kami juga koordinasi dengan Bawaslu, apakah kalau disebuah daerah anggarannya tidak ada, APD-nya tidak ada, bisa dilakukan penundaan secara lokal? Atau penundaan seperti diatur dalam Perppu, persetuan KPU, pemerintah, dan DPR untuk menunda secara keseluruhan,” kata Arief Budiman.
Diketahui, KPU mengajukan permohonan tambahan anggaran Pilkada 9 Desember 2020 sebesar Rp 4,7 triliun yang dicairkan ke dalam tiga tahap.
Pada Juni diharapkan cair tahap pertama senilai Rp 1,02 triliun, KPU mengusulkan pencairan tahap kedua lebih dari Rp 3,286 triliun pada Agustus.
Kemudian, KPU mengusulkan realisasi tambahan anggaran tahap ketiga pada Oktober sebesar Rp 457 miliar.
Mendagri Tito Karnavian Minta Sisa Anggaran Hibah Pilkada Segera Dicairkan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, meminta sisa anggaran hibah Pilkada yang sudah masuk dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) secepatnya dicairkan.
Hal tersebut menyusul segera akan dimulainya tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang bersentuhan dengan masyarakat.
“Ini tahapan yang beresiko terhadap pandemik Covid. Karena itu protokol harus diikuti,” ujar Tito Karnavian saat memberi sambutan di acara Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak secara virtual.
Dalam keterangannya Mendagri mengatakan untuk menerapkan protokol kesehatan, terutama bagi petugas penyelenggara pemilu, membutuhkan dukungan anggaran.
Karena itu, para kepala daerah diminta, untuk segera mencairkan sisa anggaran
Hal tersebut dilakukan untuk melindungi penyelenggara, petugas pengaman maupun masyarakat pemilih.
“KPU sudah menyampaikan list daftar barang-barang yang harus diadakan yang harus diberikan kepada para penyelenggara, mulai makser, hand sanitizer, sarung tangan, sampai petugas yang nanti mendatangi verfikasi pemutakhiran data kepada para pemilih yang khusus yang terkena Covid-19 maupun yang karantina,” katanya.
Menurut Mendagri, karena dalam situasi pandemik maka semua pihak harus mengikuti protokol kesehatan, termasuk dalam konteks pilkada.
Kemendagri sendiri mengikuti salah satu negara yang berhasil menyelenggarakan pemilihan ditengah pandemi yaitu Korea Selatan
Total anggaran yang diajukan kepada pemerintah baik oleh KPU maupun Bawaslu sendiri lanjut Mendagri kurang lebih 5 triliun.
Komisi pemilihan mengajukan anggaran tambahan lebih kurang 4,7 triliun. Kemudian Bawaslu lebih kurang 400 milyaran. Kecuali DKPP yang tadinya 147 milyar malah meminta dikurangi.
Baca: Soal Wacana Pemilu 2024 Diundur ke 2027, Komisi II DPR Minta KPU Fokus Urus Pilkada
“Mereka harus menggunakan APD, thermometer dan lain-lain. Sehingga total kebutuhan untuk TPS tambahan dan alat-alat perlindungan dari covid baik untuk penyelenggara, pengamanan maupun para pemilih nantinya butuh anggaran,” ujarnya.
Tahapan Pilkada sudah harus berjalan pada 15 Juni 2020. KPU juga meminta agar petugas-petugas mereka dan Bawaslu ini terlindungi dari Covid-19.
Terutama mulai tanggal 18 Juni 2020 saat dilaksanakannya pelantikan petugas pemutakhiran.
“Tapi masa kritisnya yang paling penting adalah 24 Juni. Artinya hari ini mulai dilaksanakan verfikasi faktual calon perseorangan,” katanya.
Rapat koordinasi itu sendiri dihadiri seluruh kepala daerah baik gubernur, bupati, atau walikota dari daerah yang akan menggelar pilkada serentak pada tahun 2020.
Tahapan Pilkada pada tanggal 15 Juli akan bergerak untuk memutakhirkan data pemilih di daerahnya masing-masing.
Petugas yang memutakhirkan data wajib dilengkapi dengan alat perlindungan. Karena itu, lewat rapat koordinasi ini, Mendagri mengingatkan kepala daerah, untuk secepatnya mencairkan sisa anggaran yang ada dalam NPHD.
” Saya memohon kepada rekan-rekan kepala daerah, sisa anggaran yang sudah dihibahkan dalam naskah perjanjian, yang sudah dijanjikan untuk dihibahkan dalam naskah perjanjian ini dicairkan juga kepada KPUD dan Bawaslu daerah. Sehingga mereka memiliki kepastian adanya dukungan anggaran. Dengan begitu mereka bisa menggulirkan kegiatannya,” kata Mendagri. (msn)