Indovoices.com –Sosiolog Musni Umar menilai fenomena penolakan untuk mengikuti tes virus korona (covid-19) dipicu kesalahpahaman di tengah masyarakat. Informasi yang mestinya disampaikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 belum tuntas.
Salah satunya, tes metode rapid test atau swab itu terkesan dikenakan biaya. Pemerintah dinilai perlu mengkampanyekan bahwa tes tersebut gratis.
“Mereka itu menghindari itu. Misal takut ada petugas yang datang, (warga) diminta biaya,” kata Musni saat berbincang.
Masyarakat juga takut bila hasil tes reaktif covid-19. Pesan masyarakat tidak mesti khawatir berlebihan pada hasil tes perlu lebih ditekankan.
Pelibatan tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan untuk menyosialisasikan pentingnya tes untuk mendeteksi dini covid-19. Artinya, pesen tersebut tak boleh hanya dipahami di tingkat petugas atau elite.
Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Timur ini menilai pesan itu lebih efektif disampaikan tokoh masyarakat seperti pemuka agama. Sebab pada tingkatan masyarakat umum, pesan pemuka agama lebih mengena.
“Kalau yang menyampaikan itu tokoh-tokoh di masyarakat figur yang terpercaya maka masyarakat akan ikut,” ujar Musni.
Penolakan rapid test salah satunya terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Alasan warga menolak rapid test di antaranya takut jika hasilnya reaktif dan terpaksa harus isolasi. Ada pula yang menganggap kegiatan tes covid-19 sebagai lahan bisnis.
Hal yang juga terjadi di Dusun Binongko, Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Flores Timur. Sebanyak 21 warga yang pernah kontak dengan pasien covid-19 menyatakan menolak tes. Warga diduga diprovokasi untuk tak ikut tes. (msn)