Indovoices.com –Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris membantah penaikan iuran peserta lewat aturan baru jadi akal-akalan pemerintah terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020. Putusan tersebut membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya.
Fahmi memastikan aturan baru kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesuai dengan koridor putusan MA. Dalam putusan tersebut, MA memberikan tiga opsi kepada pemerintah untuk menindaklanjuti kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya, yakni mencabut, mengubah, atau melaksanakannya.
“Tidak betul kalau pemerintah tidak menghormati (putusan MA). Karena memang peraturan MA sendiri menyatakan implikasi terhadap prosesnya ada tiga, yakni mencabut, mengubah, atau melaksanakan,” ujar Fahmi dalam telekonferensi di Jakarta.
Awalnya pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019. Namun kebijakan itu dibatalkan MA pada Februari 2020.
Kemudian pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid anyar itu mengatur tentang perubahan iuran mengikuti putusan MA Nomor 7P/HUM/2020.
“Artinya, Pak Jokowi masih dalam koridor. Konteksnya adalah mengubah dan itu sangat menghormati kalau kita compare dengan Perpres 75/2019,” ungkap Fahmi.
Ia menegaskan kenaikan iuran dapat menyehatkan pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan. Maklum di akhir 2019 lalu BPJS Kesehatan terjadi gagal bayar sehingga menanggung defisit sebanyak Rp15,5 triliun.
Selain itu, kenaikan iuran juga menjamin peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada para peserta. Sebab BPJS Kesehatan menjadi punya anggaran yang memadai untuk segera membayarkan tagihan pelayanan terhadap rumah sakit.
“Kenaikan iuran kaitannya dengan pelayanan, karena bagaimanapun juga pelayanan akan baik kalo cash flow rumah sakit juga baik. Jadi yang paling penting rumah sakit bisa dibayarkan tepat waktu sehingga harapan kita pelayanannya menjadi lebih baik dan tentu service kepada masyarakatnya juga akan semakin berkualitas,” ucap Fahmi.
Adapun mengutip isi Perpres 64/2020, iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) untuk kelas I dan kelas II akan mulai mengalami kenaikan pada 1 Juli 2020. Iuran kelas I mengalami peningkatan dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu per bulan, sementara iuran kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu per bulan.
Sementara itu, kelas III akan mengalami kenaikan iuran menjadi Rp35 ribu per bulan pada tahun depan. Kenaikan ini terjadi karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengurangi subsidi dari Rp16.500 menjadi Rp7.000 per orang setiap bulannya.(msn)