Indovoices.com-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan rasio pajak pada 2021 akan berada pada kisaran 8,25 hingga 8,63 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Angka ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan rasio pada 2019 yang berada di angka 9,76 persen dari PDB.
“Dengan adanya kebutuhan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui tambahan insentif perpajakan dan aktivitas ekonomi yang masih dalam proses pemulihan, maka angka rasio perpajakan tahun 2021 diprakirakan dalam kisaran 8,25–8,63 persen terhadap PDB,” ujar Sri Mulyani dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR. Selasa, 12 Mei 2020.
Ia berharap, konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang. Pada 2021, ujar Sri Mulyani, kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain kepada pemberian insentif yang lebih tepat.
Di samping itu, kebijakan perpajakan yang diambil juga mengarah ke relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak, serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai. Peningkatan penerimaan, khususnya di perpajakan, tutur Sri Mulyani, diharapkan dapat menyokong reformasi di sektor kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, TKDD, serta proses penganggaran.
Berkaca pada kondisi tahun ini, Sri Mulyani memperkirakan wabah Covid-19 tak akan selesai dalam waktu dekat. “Belajar dari sejarah pandemi Flu Spanyol tahun 1918 yang berlangsung hingga 18 bulan, Covid-19 juga diperkirakan akan berlangsung tidak singkat,” ujar dia.
Karenanya, kondisi tersebut bisa mengakibatkan perlemahan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesa. Namun, Sri Mulyani meminta semua pihak tidak patah semangat dan kehilangan orientasi. “Justru dengan adanya krisis pandemi Covid-19, harus dapat dimanfaatkan untuk melakukan reformasi di berbagai bidang,” kata Sri Mulyani.
Upaya pemulihan dan reformasi bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi, tutur Sri Mulyani, harus dimulai bersama dengan penanganan pandemi dan diperkirakan berlangsung hingga 2021. Karena itu, kebijakan ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal di tahun 2021 akan berfokus pada upaya-upaya pemulihan ekonomi sekaligus upaya reformasi untuk mengatasi masalah fundamental ekonomi jangka menengah-panjang.
Sri Mulyani mengatakan, sejak wabah Covid-19, pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk menangani dampak negatif pada masyarakat dan memulihkan ekonomi. Misalnya, langkah perluasan bantuan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan terdampak, termasuk yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.
Dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah juga diklaim telah mendapatkan dukungan pemerintah berupa penundaan pinjaman dan bantuan subsidi bunga pinjaman. Langkah ini diharapkan mampu menambah ketahanan dunia usaha menghadapi tekanan Covid-19 yang sangat berat.(msn)