Indovoices.com-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peraturan tentang konsolidasi bank umum dalam Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 untuk memperkuat struktur ketahanan dan daya saing perbankan.
Salah satu alasan di balik penerbitan regulasi baru ini adalah karena pengaturan modal inti minimum (MIM) saat ini yaitu minimal Rp 100 miliar dinilai sudah tidak relevan.“Tidak relevan dalam peningkatan skala dan daya saing bank serta beroperasi dengan skala yang kontributif,” kata OJK dalam keterangan resmi di Jakarta. Selain itu, OJK menilai aturan lama ini tidak relevan lagi jika dibandingkan dengan persyaratan pemenuhan modal disetor bagi pembentukan bank baru dengan minimal Rp 3 triliun.
Alasan kedua, OJK menyebut ketentuan saat ini yang mewajibkan kepemilikan tunggal (single presence policy) melalui penggabungan atau peleburan tidak fleksibel. Sebab, ketentuan ini membatasi Pemegang Saham Pengendali (PSP) melakukan sejumlah aksi, salah satunya pengambilalihan bank dalam membantu penyelamatan bank bermasalah.
Alasan ketiga yaitu demi upaya penguatan struktur, ketahanan, dan daya saing industri perbankan. Sehingga, perbankan bisa mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. “Untuk mendorong perbankan mencapai level yang lebih efisien,” kata OJK,OJK menyebut ada dua pokok pengaturan utama dalam regulasi baru ini.
Pengaturan pertama yaitu peningkatan modal inti minimum bank umum dan Capital Equivalency Maintained Assets atau CEMA minimum. Regulasi ini berlaku bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBLN). Besaran modal inti yang disyaratkan pun naik menjadi Rp 3 triliun.Kedua yaitu PSP bank dapat memiliki satu atau beberapa bank dengan memenuhi skema konsolidasi bank. Ada beberapa cara, mulai dari penggabungan, peleburan, dan integrasi. Hingga, pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) terhadap bank yang telah dimiliki. (msn)