Indovoices.com-Dalam rangka mengoptimalisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari alokasi belanja APBN, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengundang Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati beserta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, dan Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Plt. Direktur Jenderal Keuangan Daerah untuk membahas perbaikan pengelolaan anggaran.
“Pak Menko meminta dari Mendikbud, Menteri Agama, Mendagri, dan kami untuk sama-sama duduk dengan Kemenko membahas ekosistem pendidikan dan sistem untuk menggunakan anggaran pendidikan supaya lebih baik lagi,” terang Menkeu sesaat setelah rapat di Kantor Kemenko PMK.
Menkeu menyampaikan proses pencairan anggaran pendidikan yang telah dilakukan selama ini, melalui saluran serta kriteria yang berbeda dari Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag).
“Selama ini pencariannya melalui berbagai saluran. Mendikbud, Ristek, Kemenag. Itu yang dari pusat saja. Yang daerah Rp330 triliun sendiri adalah melalui daerah, DAU, gaji guru DAK Fisik, membangun sekolah dan DAK Non Fisik,” jelasnya.
Menkeu melanjutkan, untuk dana BOS SD, SMP, SMA, SMK, dan sekolah khusus itu disalurkan melalui DJPB (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) ke sekolah. Mekanisme monitoring akuntabilitas penggunaan dana BOS semua akan dilakukan Kemendikbud dari sisi platform akuntabilitasnya.
Namun, karena saluran dan kriteria yang berbeda-beda, Kemenkeu tidak bisa menyusuri (mentrack) penggunaan dana BOS yang disalurkan Kemenag untuk madrasah. Ada yang langsung seperti tingkat Tsanawiyah dan Aliyah, Ibditaiyah dari dinas.
“Salurannya berbeda-beda, kriteria berbeda-beda. Jadi, kita tidak bisa mentrack apakah dana tersebut digunakan benar-benar untuk pendidikan atau memperbaiki kualitas pendidikan,” jelasnya.
Pada pembukaan rapat, Menko PMK menjelaskan rapat akan membahas enam agenda. Pertama, Percepatan BOS yang semula 4 tahap menjadi 3 tahap. Kedua, penyaluran tidak langsung melalui kas umum daerah tapi dari kas umum negara langsung ke rekening sekolah. Ketiga, Kemenag menyalurkan 2 tahap langsung ke madrasah. Keempat, Kemdikbud mengizinkan maksimal 50% untuk pembayaran guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), sementara Kemenag diizinkan maks. hanya 30%. Kelima, perlu dijaga agar perbedaan kebijakan tidak menimbulkan persoalan di lapangan antara Kemenag dan Kemdikbud. Terakhir, kepastian tidak akan muncul gelombang guru honorer baru, baik di sekolah maupun di madrasah.
Dengan adanya pengelolaan penyaluran anggaran pendidikan yang lebih efektif dan efisien diharapkan sekolah bisa lebih leluasa dalam hal pendanaan operasional sekolah. Lebih jauh, tentu hal ini juga diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas SDM Indonesia.(kemenkeu)