Indovoices.com- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan InvestasiLuhut Panjaitan telah menawarkan program investasi hijau di Papua kepada 24 perusahaan dalam pertemuan tingkat tinggi investasihijau di Sorong, Papua.
Luhut menuturkan investasi hijau bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan di Papua. Dengan demikian, Papua tetap menjadi ‘gudang karbon’ dunia. Selain itu, ia meyakini investasi hijau dapat mendorong perekonomian rakyat lantaran dampaknya ekonominya dapat langsung dinikmati rakyat kecil pengelola kebun.
“Jadi dengan investasi hijau, masyarakat akan memulai kegiatan ekonomi. Perekonomian alam tumbuh dan orang bisa mendapatkan manfaat sosial darinya,” imbuhnya.
Namun demikian, pemerintah belum dapat memprediksi kontribusi investasi hijau pada pertumbuhan ekonomi Papua. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Papua tercatat minus 15,72 persen sepanjang 2019. Penyebabnya penurunan produksi PT Freeport Indonesia akibat peralihan tambang terbuka (open pit) kepada tambang bawah tanah (underground).
Pemerintah memberikan kesempatan selama satu bulan kepada 24 perusahaan yang hadir untuk membuat proposal usulan investasi hijau di Papua. Dalam proposal itu, perusahaan diminta mendetailkan bentuk investasi serta komoditas yang disasar. Pemerintah juga akan mempersiapkan insentif bagi investasi hijau tersebut.
“Kami sedang hitung berapa angkanya (insentif). Nanti kami satu bulan lagi ada pertemuan di Jakarta,” tuturnya.
Direktur Program Yayasan Inisiatif Dagang Hijau Zakki Hakim menuturkan investasi yang dibutuhkan investasi hijau sebesar US$200 juta setara Rp2,8 triliun (mengacu kurs Rp14 ribu per dolar AS).
Investasi tersebut akan memberikan dampak ekonomi langsung kepada 60 ribu keluarga di Papua dan Papua Barat. Dalam hal ini, Yayasan Inisiatif Dagang Hijau bertindak sebagai mitra pemerintah.
“US$200 juta itu untuk pemberdayaan petani, penguatan lembaga, koperasi, dan UMKM, peningkatan kapasitas petani, pelatihan budidaya pertanian, dan akses kepada input yang lebih baik, misalnya bibit,” paparnya, Kamis (27/2).
Namun demikian, kontribusi nyata investasi hijau kepada perekonomian Papua baru bisa optimal dalam 10 tahun mendatang. Pasalnya, dibutuhkan penyesuaian dan pengembangan bertahap untuk program tersebut.
Untuk diketahui, investasi hijau merupakan konsep investasi ramah lingkungan yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Zakki menuturkan investasi hijau diharapkan dapat menjadi alternatif penghasilan rakyat usai moratorium lahan sawit. Maklum saja, sebagian masyarakat Papua masih menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit. Mulanya, investasi hijau akan memprioritaskan komoditas kakao, kopi, rumput laut, dan pala.
Ia menuturkan sumber dana investasi diperoleh dari skema pendanaan blended finance, yang menggabungkan antara dana hibah dengan investasi dari perusahaan. Pemerintah dalam hal ini juga dapat memberikan dukungan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) Papua.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan memaparkan kontribusi sektor berkelanjutan baik dari pertanian, perikanan, dan perhutanan baru mencapai Rp8,32 triliun atau 10,46 persen kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Papua Barat. Ia menuturkan potensi investasi hijau dapat dikembangkan lantaran baru 22,3 persen dari 2,7 juta lahan sektor berkelanjutan itu yang dimanfaatkan. Itu berarti, masih terdapat 2,09 juta lahan yang dapat digunakan untuk investasi hijau.
“Lahan potensial tersebut berada di luar lahan yang dipertahankan untuk kawasan lindung. Ini potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Papua dengan tetap jaga hutan dan lahan,” ucapnya. (cnn)