Indovoices.com-Dunia politik Malaysia tersentak setelah Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengirimkan surat pengunduran diri kepada Raja Malaysia, Yang DiPertuan Agung Abdullah, pada hari ini, Senin (24/2). Hal ini menjadi babak baru sekaligus ujian bagi koalisi Pakatan Harapan yang memenangkan pemilihan umum pada 9 Mei 2018, setelah mengalahkan pesaing mereka, Barisan Nasional.
Langkah mendadak Mahathir membuat Pakatan Harapan semakin goyah, sebab sebelumnya mereka juga sudah diterpa sejumlah masalah yang memicu keretakan.
Salah satu masalah utama yang terus diperdebatkan di dalam tubuh Pakatan Harapan adalah soal pemindahan kekuasaan dari Mahathir kepada Anwar. Dalam kampanye pemilihan umum 2018, Mahathir menyatakan dia kemungkinan tidak akan menyelesaikan masa jabatannya, dan kemudian bakal memberikan jalan bagi Anwar Ibrahim, yang sebelumnya adalah wakil perdana menteri yang menjadi seteru politiknya, untuk berkuasa.
Akan tetapi, Mahathir tidak pernah menyatakan secara persis kapan pemindahan kekuasaan itu akan dilakukan. Dia hanya mengatakan akan menyampaikan sikap setelah Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik yang akan digelar di Kuala Lumpur pada November mendatang.
Mahathir juga berulang kali menyatakan bakal menepati janji untuk menyerahkan kekuasaan kepada Anwar. Namun, dia mengatakan akan melakukannya jika kondisi Malaysia sudah membaik.
Sejumlah faksi di Pakatan Harapan bersikap berseberangan terkait masalah tersebut. Ada yang mendesak Mahathir untuk segera mengundurkan diri. Sedangkan lainnya meminta hal itu tidak perlu dibahas karena menjadi kewenangan penuh Mahathir.
Perekonomian Malaysia saat ini cukup terpukul setelah skandal korupsi 1 Malaysia Development Berhad (1MDB) terbongkar. Hal itu membuat mantan Perdana Menteri Najib Razak kalah dalam pemilu, dan kini diadili atas dakwaan rasuah dan pencucian uang.
Di sisi lain, Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang menjadi pendukung utama koalisi Pakatan Harapan juga diguncang prahara. Anwar sebagai Ketua PKR berseteru dengan mantan wakilnya, Mohamad Azmin Ali.
Hal itu membuat kubu di PKR terpecah dua. Azmin lantas dilaporkan mulai merapat ke partai oposisi dan hendak membentuk koalisi politik baru.
Alhasil, PKR memutuskan mendepak Azmin dan sejawatnya, Zuraida Kamaruddin.
Banyak spekulasi bermunculan terkait manuver politik Mahathir. Ada yang menyatakan hal ini sebagai langkah politikus berusia 94 tahun itu untuk terus berkuasa dan menjegal langkah Anwar untuk menuju tampuk kepemimpinan.
Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) yang menaungi Mahathir juga menyatakan mundur dari koalisi Pakatan Harapan. Hal ini bisa membuat jalan Anwar untuk meraih kekuasaan semakin terjal.
Langkah PPBM, yang mempunyai 26 kursi, membuat pemerintahan saat ini kekurangan dukungan dari parlemen. Sebab menurut konstitusi, pemerintah harus didukung oleh 112 anggota parlemen untuk bisa berjalan.
Koalisi Pakatan Harapan dan Partai Warisan meraih mayoritas parlemen pada 2018 dengan 121 kursi. Mereka juga merekrut sejumlah politikus oposisi, terutama dari UMNO, sehingga mencapai 139 kursi.
Dengan keputusan PPBM keluar dari persekutuan, maka koalisi Pakatan Harapan kini hanya ditopang 104 kursi dari PKR, Partai Aksi Demokratis (DAP), dan Partai Amanah.
Meski begitu, Ketua DAP, Lim Guan Eng, mengatakan sampai saat ini mereka masih menjadi kelompok mayoritas di parlemen. Dugaan lainnya adalah Jika Raja Abdullah mengabulkan permohonan pengunduran diri Mahathir, maka saat itu juga kabinet dibubarkan. Raja lantas harus menunjuk pengganti atau merangkap jabatan sementara.
Raja mempunyai wewenang menunjuk PM baru dari politikus yang menjadi pemimpin mayoritas di parlemen. Jika tidak ada yang memenuhi syarat, maka dia diberi diskresi untuk menentukannya dengan pertimbangan.
Seteru politik
Anwar sempat menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia pada 1993 sampai 1998, dan rangkap jabatan menjadi menteri keuangan pada 1991 sampai 1998. Saat itu dia adalah anggota UMNO dan koalisi Barisan Nasional yang berkuasa.
Karena persaingan politik dan menuduh rezim saat itu sarat dengan korupsi dan nepotisme, Mahathir mencopot Anwar dari posisinya pada 1999. Anwar kemudian dipenjara karena didakwa korupsi dan pelecehan seksual.
Anwar kemudian dibebaskan pada 2004. Setelah itu dia menjadi tokoh simbol oposisi terhadap Barisan Nasional. Namun, Anwar kembali dijerat kasus pelecehan seksual pada 2015.
Meski demikian, Raja Malaysia saat itu, Sultan Muhammad V, memutuskan mengampuninya. Anwar kemudian dibebaskan pada 16 Mei 2018 setelah Pakatan Harapan menang pemilu. (cnn)