Dalam sebuah diskusi yang bertajuk ‘Peringati Lengsernya Soeharto, Amien Rais, Bapak Reformasi? Yang diselenggarakan di UP2YU Coffe & Resto Ibis Budget Hotel Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 7 Mei 2018.
Salah satu eksponen aktivis reformasi 1998, Faizal Assegaf, menganggap penyebutan sejumlah kalangan bahwa Amien Rais adalah “bapak reformasi” adalah salah kaprah.
Dirinya juga menyinggung diksi kontroversial Amien Rais mengenai “Partai Allah” dan “Partai Setan”, bahkan tanpa ragu Faizal menyebut pendiri PAN tersebut adalah “setan” dalam panggung politik nasional. Hal ini dikarenakan tindakan Amien yang berusaha menghasut umat Islam pada tahun 1999 demi kepentingan politiknya.
“Tahun 1999 itu, Amien Rais sudah menjadi setan, sebenarnya. Pada tahun 1999, Pak Amien itu menghasut umat Islam untuk menentang PDIP yang menjadi pemenang pemilu. Hasutannya yakni mengharamkan perempuan menjadi presiden,” ungkapnya.
Perannya dalam mengangkat Gusdur untuk menyingkirkan Megawati, serta menjatuhkan Gusdur saat sejumlah kepentingan Amien tak diakomodasi oleh Gusdur, juga disinggung oleh Faizal.
“Ketika kepentingan-kepentingan Amien Rais dalam kekuasaan Gus Dur tidak terpenuhi, Amien Rais menjatuhkan Gus Dur dan mengangkat Megawati,” paparnya.
Oleh karena itu, Faizal menyebut Amien Rais sebagai setan yang sesungguhnya karena telah menipu umat hanya untuk mendapatkan keuntungan politik pribadi.
“Jadi kalau dalam panggung politik nasional, mau dicari siapa setan yang keluar dari gerakan reformasi itu, ya Pak Amien Rais,” tandasnya.
Senada dengan Faizal, Sri Bintang Pamungkas yang hadir dalam acara tersebut juga menyebut Amin Rais sebagai pengkhianat. Bahkan Bintang juga mengatakan kalau Amien Rais bukanlah Bapak Reformasi.
Melihat kiprah Amien Rais akhir-akhir ini, saya tidak bisa menyalahkan apa yang disampaikan oleh Faizal maupun Bintang. Perhatikan saja statement-statement yang dikeluarkan oleh si Amien, mulai dari sertifikat tanah yang ngibul, partai Allah dan partai setan, soal menyisipkan politik dalam tausiah serta berbagai pernyataan lainnya.
Alih-alih menunjukkan kenegarawanannya, Amien Rais justru mencitrakan diri sebagai kakek nyinyir yang butuh perhatian. Di mata si Amien, tidak ada satupun tindakan pemerintah yang benar, semuanya salah, dan yang menjadi sasaran kesalahan itu adalah Jokowi.
Padahal apa salah Jokowi kepada si Amien selama ini? Di masa pemerintahan sebelumnya, jaman SBY, Amien Rais pun pernah melemparkan nyinyirannya soal Freeport yang saat itu, menurut dirinya pembagian saham antara Freeport dengan Indonesia, tidak adil.
Nah sekarang, setelah pemerintah dibawah kepemimpinan Jokowi berhasil memaksa Freeport untuk mendivestasikan 51 persen sahamnya, masih juga si Amien kurang puas. Mencari gara-gara dengan berbagai pernyataannya.
Bagi saya, Amien sejak dulu tidak pernah saya anggap Bapak Reformasi, lebih cocok disebut sebagai salah satu tokoh reformasi, karena sedikit banyak, keterlibatannya dalam reformasi pasti ada, namun tidak sebesar klaim yang diberikan oleh dirinya sendiri maupun oleh pengikutnya. Ada atau tanpa Amien, reformasi dipastikan tetap akan bergulir.
Amien lebih mirip seperti anak-anak yang caper (cari perhatian) kepada pemerintah, dirinya seakan tidak dianggap dan terlupakan. Apa yang disampaikan oleh Faizal maupun Bintang sebenarnya sudah menjadi rahasia umum tentang bagaimana dia memanfaatkan politik untuk kepentingan oportunisnya, bagaimana dia menyingkirkan Megawati, mengangkat Gusdur sekaligus melengserkan Gusdur. Sekali waktu Gusdur pernah mengatakan kalau dirinya menjadi Presiden hanyalah bermodalkan dengkul, dengkul Amien Rais.
Jujur saja, seandainya saya punya teman model Amien Rais pun saya juga enggan berada dekat dengan orang oportunis semacam itu. Jadi tidak heran saat pemerintahan selanjutnya dipegang oleh SBY, SBY pun mulai menjaga jarak dengan Amin Rais.
Dari situlah si Amien mulai kehilangan panggung di perpolitikan Indonesia, dan berlanjut hingga pemerintahan Jokowi. Pernyataan-pernyataan kontroversialnya bahkan tidak dianggap oleh Jokowi. Ungkapan bersedia diundang untuk berbicara dengan Jokowi hanyalah hasratnya untuk menunjukkan eksistensi dirinya, hasrat untuk menunjukkan dirinya masih dianggap, yang sayangnya malah dianggap angin lalu oleh Jokowi.
Pernyataan kontroversialnya pun makin menjadi-jadi, sebagai ungkapan keputusasaannya untuk mencari perhatian serta usaha agar tetap eksis, tanpa pernyataannya yang terkesan mencari-cari kesalahan pemerintah, mungkin dirinya sudah dilupakan sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Tingkahnya seperti anak kecil yang tangisannya makin kencang karena dicuekin.
Sungguh miris bukan? Disaat sebagian besar orang seusianya menikmati masa tuanya dengan tenang dan bermain dengan cucu, dirinya masih harus berkutat dengan rasa iri, dengki dan kebencian yang menggerogoti hatinya, hidup dalam kegelisahan dan rasa takut untuk dilupakan, bahkan dihujat sebagai setan dan pengkhianat oleh tokoh reformasi lainnya.
Akhirnya yang muncul di hati saya saat ini hanyalah rasa kasihan. Semoga Amien Rais bisa diberi kesehatan dan umur panjang untuk menyaksikan dan menikmati periode kedua Jokowi nanti.
#2019TetapJokowi