Mau tidur kok masih sore…
Bercerita saja dulu ah…
Ceritanya kemarin saya pulang kampung sendirian dari Jakarta naik pesawat Garuda. Tidak disangka saya duduk bersebelahan dengan seorang gadis yang sangat cantik. Ibarat artis, sebelas duabelas sama Raisa lah pokoknya…hmm.
Hati berkecamuk, ingin berkenalan tetapi tidak berani, kalau ga kenalan kok ya sayang banget, kapan lagi dapat kenalan cewek cantik kan, pikirku. Akhirnya ku beranikan diri berkenalan…
Wina, demikian nama gadis itu. Tubuhnya begitu aduhai, rambutnya terurai, baunya wangi, saat tertawa mataku terpaku menatap matanya kaya’ di sinetron-sinetron FTV Indosiar…
Akhirnya Wina pun bertanya kepadaku :
“Ma’af mas … masnya kerja dimana?”
Saya jawablah saya hanya seorang buruh kasar, kerja serabutan. Tetapi mbak Wina tidak percaya.
Mbak Wina: “Ndak mungkin lah mas kerja buruh kasar, masa buruh kasar kok naik pesawat Garuda”.
Rada sedikit kesal akhirnya kujawab : “Kalau mbak Wina ga percaya coba pegang tanganku, kasar apa ndak”!
Tiba-tiba, mbak Wina memegang tanganku. Rasanya nggak karuan, jantungku berdetak kencang, aliran darah berhenti, dalam pesawat terasa dingin dan gelap, kepalaku seperti membesar senang bukan kepalang, rasanya seperti dapat uang satu karung…
“Gimana mbak Wina, sekarang percaya kan kalau saya pekerja kasar, tanganku kapalan (keras) seperti amplas he..he..”
“Kalau mbak Wina kerjannya apa? dokter, sekretaris atau punya usaha mini market?“, tanyaku penasaran.
Mbak Wina menjawab : “…aku kerja di Kalijodo mas, kena gusur Ahok, mau pulang kampung saja”
Mataku terbelalak : “Nggak mungkin mbak Wina wanita penghibur, aku ga percaya….”!
Mbak Wina yang sewot sontak membuka rok nya, sembari berkata : “Kalau mas ga percaya, coba pegang “anu”ku, kapalan nggak?
Aku : *****&#%@+$({¢°€π∆•[°°~{`=^¢°..?!?
Selamat pagi menjelang siang!!
NB : Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf bila ada kesamaan nama dan tempat, itu bukanlah kesengajaan.
Diambil dari cerita FB @Jabrick yang saya terjemahkan kembali.
Baca juga :
https://www.Indovoices.com/politik/ketika-pintu-maaf-bukan-untuk-ahok/