Indovoices.com-Produk garam merupaka komponen strategis dalam industri pengolahan dalam negeri khususnya bagi industri makanan minuman maupun farmasi. Untuk itu, pemerintah mengapresiasi kolaborasi BUMN industri PT Garam dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) karena mampu menghasilkan inovasi garam industri yang layak untuk kebutuhan dalam negeri.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro memberikan dukungan itu ketika hadir dalam acara Komisioning Pilot Plant (KPP) Garam Produksi 40.000 ton per tahun di PT Garam, Gresik, Jawa Timur.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko menceritakan kronologi upayanya dalam menggandeng BPPT sejak tahun 2015. Pihaknya selama ini benar-benar menerapkan penelitian pengembangan pengkajian dan penerapan (litbangjirap), sehingga PT Garam mampu memproduksi garam industri dengan target 40.000 ton per tahun. BUMN khusus garam ini tidak lelah untuk terus berinovasi dan berupaya untuk meningkatkan kebutuhan garam industri nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia saat ini masih tergantung oleh kebutuhan impor garam.
Menurut perkiraan atau prediksi, kebutuhan impor garam industri di Indonesia berkisar di angka 3,7 juta ton per tahunnya. Oleh sebab itu, PT Garam meyakini bahwa institusinya akan dapat berkontribusi sampai sekitar 40 ribu ton per tahun, dengan diresmikannya proyek percontohan garam industri terintegrasi tersebut. Lebih lanjut, diinformasikan bahwa proyek percontohan ini merupakan kemitraan antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan PT Garam, yang memiliki nilai investasi sekitar Rp27 miliar.
Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko juga mengemukakan bahwa untuk menyelesaikan masalah kebutuhan garam dalam negeri, hilirisasi teknologi yang menghasilkan produk inovasi garam industri inilah yang merupakan langkah terobosan dari PT Garam.
“Dalam tiga tahun terakhir, teknologi hilirisasi telah dilakukan, dan hal ini yang menyebabkan PT Garam berturut-turut selama dua tahun, dapat membayar dividen untuk negara. Untuk ini, PT Garam bisa meningkatkan hampir 200 persen dari tahun-tahun sebelumnya,” jelas Budi Sasongko.
Budi Sasongko meyakini dengan menerapkan peralatan (mesin) dan teknologi canggih hasil karya BPPT dan PT Garam ini, Indonesia akan dapat mengurangi nilai impor garam industri. Lebih lanjut Dirut PT Garam Budi Sasongko optimistis bahwa pada tahun 2020 nanti, Indonesia akan dapat mengurangi impor garam karena teknologi hilirisasi produksi garam industri ini, diharapkan juga akan dikembangkan di daerah-daerah lainnya seperti Kupang (Nusa Tenggara Timur), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, khususnya Madura.
“Pemenuhan garam lokal telah mencapai 30 persen. Dengan permintaan 2,7 juta ton/tahun, mudah-mudahan dapat dipenuhi oleh pabrik-pabrik garam di Indonesia lainnya, yang memiliki kualitas pabrik garam seperti di Gresik ini,” lanjut Budi Sasongko.
Menristek Bambang Brodjonegoro dalam sambutannya meyakini bahwa peresmian pilot project garam industri hasil kerja sama PT Garam dengan BPPT dapat mengurangi ketergantungan pada impor. Ia sangat mengapresiasi kerja sama inovatif PT Garam dan BPPT, yang sudah digagas dari periode sebelumnya, tetap melakukan terobosan-terobosan dalam membangun peralatan produksi garam industri dengan sistem terintegrasi, yang dilengkapi teknologi yang mampu meningkatkan kualitas produk garam lokal dari Natrium Chlorida (NaCl) 88 persen menjadi garam industri dengan NaCl 98 persen.
Menristek Bambang mengharapkan produk inovasi PT Garam dan BPPT ini akan mensubstitusi impor garam di masa depan, karena pelaku industri di Indonesia yang membutuhkan, dapat membeli garam industri yang dihasilkan anak bangsa, karena kualitasnya sama dengan garam industri.
Komisioning Pilot Proyek Garam Industri merupakan tanda dimulainyai integrasi peralatan produksi garam, yang dilengkapi teknologi terkini dan mampu meningkatkan kualitas produk garam lokal dari NaCl 88 persen menjadi garam industri dengan NaCl 98 persen.
Menteri Bambang Brodjonegoro menyadari bahwa saat ini kebutuhan garam seolah-olah sering dibenturkan antara impor garam untuk kebutuhan industri dan nasib para petani garam.
Benturan tersebut, jangan diartikan dengan seolah-olah pemerintah tidak berpihak pada petani garam dan melakukan impor garam. Hal ini tidak benar karena Pemerintah RI selalu hadir di tengah rakyat, dan hari ini dengan diresmikannya Komisioning Pilot Proyek PT Garam 40.000 ton per tahun, merupakan salah satu jawaban untuk itu.
“Karena kadarnya tidak mencukupi untuk garam industri, maka harga garam rakyat jatuh. Sementara dalam waktu bersamaan garam impor juga beredar di lapangan. Hal ini tentu saja dapat memicu terjadinya persoalan sosial, jika tidak dibereskan. Oleh sebab itu dengan diresmikannya pilot proyek industri garam 40.000 ton per tahun ini, para petani garam Indonesia dapat menjual hasil garamnya ke PT Garam. Ini adalah solusi teknologi dan inovasi yang membuktikan bahwa pemerintah selalu hadir di tengah rakyat,” ujar Menteri Bambang.
Tingkatkan Nilai Tambah
Sementara itu, Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, teknologi dan inovasi yang dirancang oleh generasi muda BPPT dan PT Garam tersebut, merupakan inovasi teknologi untuk membantu petani garam dalam meningkatkan added value (nilai tambah) dan kualitas produk garam industri lokal, guna meningkatkan daya saing bangsa. Hammam juga meyakini bahwa ke depan, petani garam dan PT Garam Persero dapat mengaplikasikan teknologi inovatif untuk menyimpan garam dalam bentuk garam industri, yang memiliki nilai jual lebih baik.
Lebih lanjut, Hammam mengungkapkan pada tahun 2018, impor garam Indonesia mencapai 3,7 juta ton. Memang, garam konsumsi yang kebutuhannya sekitar 2 juta ton per tahun sudah dapat dipenuhi oleh produksi garam lokal. Akan tetapi kebutuhan garam industri saat ini masih 100 persen impor. Oleh sebab itu, Hammam Riza mengharapkan terobosan ini dapat dimultiaplikasikan pada beberapa daerah lainnya di Indonesia. Desain teknologi dan inovasi dari BPPT ini dapat diterapkan di daerah sentra produksi garam di seluruh pelosok Indonesia, sehingga suatu saat Indonesia dapat mandiri memenuhi kebutuhan garam konsumsi maupun garam industri.
Hammam Riza juga menegaskan kembali bahwa berdasarkan perhitungan, saat ini investasi pilot proyek garam industri, untuk desain dan integrasi teknologi sudah mencapai Rp27 miliar. Akan tetapi, investasi tersebut memang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas garam dalam negeri. “Saat ini petani garam krosok dalam negeri, garamnya sudah bisa dibeli dengan harga maksimum Rp800 per kilogram, dengan kualitas minimum 88 persen NaCl. Bahkan untuk petani garam krosok yang punya kualitas NaCl 90 persen dapat dengan mudah masuk ke pabrik yang sekarang berdiri di sini,” jelas Hammam.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak berharap, PT Garam bisa memaksimalkan potensi garam rakyat yang ada di Pulau Madura, Jawa Timur. Dia pun berjanji akan mendorong agar program teknologi dan inovasi garam yang sama, bisa dibangun di Pulau Madura. Dimaklumi bahwa banyak lahan garam rakyat serta potensi garam besar serta kualitas yang bagus di Madura.
“Terobosan teknologi dan inovasi seperti ini yang kita dorong secara berkesinambungan di Jawa Timur. Mudah-mudahan para petani garam rakyat di Gresik maupun yang ada di Madura, juga bisa terangkat kualitas hidupnya, karena produksi garam dari petani bisa diserap,” tegas Emil Dardak, Wagub Jatim.
Selain itu, Plt. Dirjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono yang merupakan mantan peneliti BPPT juga menyatakan dukungannya terhadap komisioning pilot proyek garam industri 40.000 ton/tahun ini, dan siap bersinergi dengan Kemenristek/BRIN, BPPT, PT Garam, Pemprov Jatim, dan seluruh pihak terkait lainnya di Indonesia untuk meningkatkan produksi garam lokal Indonesia.(jpp)