Indovoices.com-Dari sisi inovasi digital, akan muncul sharing ekonomi. Jika dulu kita hanya barter, kemudian muncul uang sebagai alat pembayaran yang sah. Tapi dengan digital dengan model barter yang dulu, masih bisa terjadi dengan mudah melalui IT.
Hal itu disampaikan Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) bertajuk “Transformasi Digtal: Untung atau Buntung” di Ruang Rapat Utama, Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta.
“Dulu ketika saya masih sekolah, saya butuh buku mikro ekonomi. Dan akhirnya saya membeli melalui amazone. Kebutuhan saya atas buku itu ada yang merespon dengan menawarkan harga sekian dan ketika cocok, terjadilah transaksi,” jelas Iskandar.
Nanti, menurut Iskandar, semua yang kita lakukan sudah melalui perusahaan-perusahaan e-commerce. Penawaran terus terjadi dan termonitor. Dan apa yang kita lakukan akan tercatat semua.
“Begitupun sebaliknya, kalau kita melakukan kesalahan dan dosa bisa termonitor juga. Segala sesuatu bisa dimonitor melalui perangkat digital,” ucap Iskandar.
Ketua Sekretariat DNKI menjelaskan, ke depannya akan banyak tercipta pekerjaan. Namun, pertanyaannya bagaimana dengan produktivitas kita? Siapa yang menghasilkan barang, pasti tetap dibutuhkan adanya orang yang melakukan pekerjaan seperti itu.
“Maka, jika ada peluang, pasti ada juga tantangan. Kita harus mampu menjawab semua tantangan yang ada di depan mata kita untuk kepentingan pembangunan nasional,” jelas Iskandar.
Dengan ekonomi digital, menurut Iskandar, akan banyak tercipta pekerjaan-pekerjaan baru. Kalau bisa dioptimalkan, ada 27-60 juta pekerjaan baru terkait ekonomi digital. Dengan sistem insentif, bisa meng-up skilling dirinya sendiri. Tanpa harus berharap dari pemerintah.
“Karena ada motivasi bekerja akan menghasilkan uang, maka akan tergerak untuk belajar sendiri (learning by doing). Dengan insentif orang akan belajar sendiri. Ketika tahu menciptakan, semua belajar dengan caranya sendiri, akhirnya terciptalah sebuah ekosistem.
“Prinsip kebijakan ekonomi digital adalah equel, mendorong inovasi, orientasi kepentingan nasional, manfaat bagi pelaku usaha lokal, dan inklusif. Untuk itu, program-program yang didorong adalah harus selalu terkait pengembangan ekonomi digital Indonesia dengan basis UMKM dan Digital Talent.
Sehingga, Iskandar menjelaskan, dengan perkembangan yang pesat, kita terus mengikuti agar tidak tertinggal dari kondisi yang terjadi di dunia. Khususnya terkait ekonomi digital di hampir selurh belahan dunia.
“Untuk bisa memperoleh manfaat, harus diciptakan ekosistem. Ini menguntungkan untuk kita, bisnis to bisnis (B to B). Kalau itu bisa dilakukan, kita akan memperoleh manfaat ekonomi digital yang cukup besar,” pungkas Iskandar.
Selain Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir, turut hadir sebagai narasumber Dismed FMB’9 yaitu Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Kennedy Simanjuntak, Dirjen Binalattas Kemnaker Satrio Laleno, dan Pengamat Pendidikan Darmaningtyas. (jpp)