Indovoices.com-Paham radikalisme menjadi ancaman nyata bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencegah paham tersebut masuk kepada aparatur sipil negara (ASN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengadakan dialog kebangsaan.
Dalam dialog yang bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan diadakan di Kantor Kementerian PANRB, ditegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia harus bisa mereduksi paham lain yang tidak sejalan.
Selain itum Kementerian PANRB sebagai lokomotif para ASN harus mampu menjadi role model bagi instansi-instansi lain untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap sendi kehidupan, baik dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, maupun di dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Selain segala hal yang berhubungan dengan birokrasi, ASN juga harus memahami empat hal penting, yaitu membumikan Pancasila, radikalisme dan terorisme, bahaya narkoba, serta memahami area rawan korupsi.
Terkait dengan hal membumikan ideologi Pancasila, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai Pancasila di pikiran dan tindakan setiap ASN.
“Kalau pikiran kita sudah pasti, maka dalam mengambil keputusan apapun di semua lini harus mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila,” jelas Menteri Tjahjo.
Ke depannya, jelas Menteri Tjahjo, pemerintah akan menyiapkan konsep pendidikan awal Pancasila bagi para calon abdi negara. Sebelum diangkat menjadi ASN, mereka akan diberikan penanaman nilai-nilai Pancasila.
“Kami ingin para ASN jadi motor penggerak dan mengorganisir di lingkungan dia bekerja, termasuk di masyarakat yang luas,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengenai menuturkan bahwa ASN harus bisa menjadikan Pancasila sebagai basis sekaligus orientasi berpikir dan bertindak.
Hal ini penting, menurutnya, agar moralitas, integritas, dan profesionalitas setiap ASN tetap bergelora dalam menjalankan tugas sehari-hari. “Pancasila sebagai sebuah ideologi harapannya bisa menjadi energi positif yang mana bisa menjadi sumber inspirasi sekaligus orientasi,” jelasnya.
Menurutnya, ASN memiliki posisi yang strategis dalam pengamalan Pancasila, terutama sebagai dasar negara dan ideologi negara. Namun demikian, ia menegaskan bahwa Pancasila tidak harus dipahami sebagai ideologi masa lalu, tetapi sebagai ideologi masa depan. Oleh karena itu, BPIP mengenalkan tiga diksi dalam pembumian Pancasila, yaitu toleransi, inovasi, dan prestasi.
Hariyono menjelaskan tantangan saat ini bukan hanya radikalisme agama tetapi juga radikalisme pasar. Radikalisme pasar dapat mengancam kedaulatan negara karena pemilik modal akan mengendalikan kebijakan negara melalui ASN.
Radikalisme pasar akan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa konsumen, bukan produsen. Hal ini membuat inovasi menjadi tidak berkembang, padahal inovasi sangat diperlukan untuk mewujudkan kemandirian di segala sektor. “Oleh karenanya peran ASN diperlukan di sini. Integritas ASN perlu dirawat bersama dan dikembangkan secara positif,” ujarnya.
Terkait dengan radikalisme, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius menyampaikan bahwa radikalisme terorisme dalam perspektif negatif mengarah pada empat kategori, yaitu intoleransi, anti pancasila, anti-NKRI, dan penyebaran paham takfiri.
Hal ini harus diwaspadai karena doktrin radikalisme dan terorisme banyak dilakukan melalui dunia maya. Seperti pesan Presiden Joko Widodo bahwa ancaman dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional perlu diantisipasi di tengah mudahnya keterbukaan informasi dan akses jaringan komunikasi.
Ia menjelaskan ada empat klaster dalam radikalisme terorisme di tengah masyarakat, yaitu hardcore, militan, suporter, dan simpatisan. Pendekatan, langkah pencegahan, maupun penindakan dalam penanganan terorisme tersebut juga dilakukan berbeda-beda tergantung klaster-nya.
Suhardi mengimbau masyarakat, khususnya ASN agar tidak menjadi silent majority yang diam terhadap paham radikalisme. Sebagai penyelenggara negara, para ASN harus ikut bergerak agar penyebaran paham radikalime di masyarakat dapat dicegah.
Menurut Suhardi, langkah Kementerian PANRB dalam menginisiasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Penanganan Radikalisme ASN adalah terobosan yang sangat baik dalam memotret ASN yang terkena paparan radikalisme.
“Bangsa Indonesia tidak hanya memerlukan ASN yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, namun juga memiliki wawasan kebangsaan. Setiap ASN juga harus care dengan lingkungan sekitar dan lingkungan kerjanya,” pungkasnya. (jpp)