Isu PKI merupakan salah satu isu yang paling sering dipergunakan oleh lawan Jokowi untuk memfitnah Jokowi. Bahkan tidak tanggung-tanggung, isu ini juga ikut diprovokasi oleh salah seorang purnawirawan TNI yang biasa disebut Mayjen K (Kunyuk) yang menyebutkan bahwa ada 15 juta anggota PKI di Indonsia. Anehnya sampai hari ini tidak satu pun terbukti merupakan anggota PKI.
Usut punya usut ternyata penyebar isu ini adalah oknum pendukung Gerindra. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy yang menceritakan awal mula Presiden Joko Widodo diserang isu sebagai keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pria yang biasa disapa dengan panggilan Romy itupun menceritakan isu tersebut muncul pertama kali sejak terbitnya tabloid Obor Rakyat saat Pilpres 2014 silam.
Ketika itu Romy menyampaikan kepada Ketua Alkhairaat, Habib Sayid Saggaf Muhammad Al Jufri tentang rencana salah satu oknum pendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa untuk membuat tabloid Obor Rakyat. Tabloid itu sengaja dibuat untuk memuat tulisan yang menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan PKI.
“Saya sempat diminta mengoreksi tabloid itu, tapi saya menolak karena ini fitnah. Kalau Pak Prabowo enggak menang, kita bakal dapat masalah, kalau menang ya bisa saja ditutup kasus hukumnya,” ujar Romy saat memberi sambutan dalam acara munas alim ulama di Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 13 April 2018.
Romy yang saat itu menjadi Wakil Ketua Bidang Strategi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta tak mau mengambil risiko. Namun tabloid itu akhirnya tetap dicetak dan dibagikan ke 28 ribu pesantren dan 724 ribu masjid seluruh Indonesia, sejak itu, isu Jokowi keturunan PKI santer terdengar.
Padahal ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo maupun mengikuti Pilgub DKI 2012, Jokowi tak pernah diisukan terkait PKI. Namun demikian, Romy juga menegaskan, pembuat tabloid Obor Rakyat itu tak ada dalam struktur tim pemenangan Prabowo-Hatta.
Menurutnya, pembuatan tabloid itu merupakan ulah oknum tak bertanggung jawab yang mendukung pasangan tersebut. Dua oknum yang membuat tabloid itu belakangan divonis penjara oleh majelis hakim.
Romy mengungkapkan hal ini karena merasa persaingan politik saat ini semakin tak sehat. Sebagai salah satu partai yang mendukung Jokowi dalam pilpres 2019, ia telah menyampaikan pada kader PPP bahwa isu soal PKI itu adalah hoaks.
“Ini adalah asal muasal Jokowi dilabeli komunis. Maka kami serukan ke kontestasi pilpres mendatang akhirilah fitnah dan hoaks,” ucapnya.
“Ya saya katakan bukan tim pemenangan resmi yang membawa itu ada di antara fans Prabowo-Hatta yang pada waktu itu menyodorkan konsep itu kepada saya, saya menolak,” ujar dia.
“Tetapi yang pasti dia pendukung Prabowo-Hatta waktu itu dan menyampaikan konsep yang menurut saya tindakan yang jelas-jelas dilarang Undang-undang Pemilu,” demikian yang disampaikan Romy.
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20180413203928-32-290690/romy-ppp-isu-jokowi-pki-berasal-dari-oknum-pendukung-prabowo)
Keji sekali bukan?. Hanya demi memperoleh kemenangan, mereka bahkan berani menggunakan cara-cara kotor untuk mencapai ambisinya. Saya tidak heran, bila isu-isu lainnya seperti pro-Asing dan Aseng, anti Islam, soal ibu kandung dan sebagainya juga merupakan ulah oknum pendukung partai lawan Jokowi.
Lagian apakah benar, isu tersebut tidak diketahui oleh elite partai? Apalagi untuk menyebarkan isu tersebut tentu membutuhkan biaya yang cukup besar dan sistematis. Diatas ada disebutkan bila majalah tersebut disebar ke 724 ribu masjid dan 28 ribu pesantren.
Bila diasumsikan setiap masjid dan pesantren mendapat satu eksemplar saja (1 eksemplar = 16 halaman), totalnya 752 ribu eksemplar dikali ongkos cetak anggap saja 3000 rupiah/eksemplar, totalnya adalah 2,256 miliar rupiah. Angka yang luar biasa bukan?.
Bagaimana kalau sebuah masjid/pesantren mendapat 2 atau 3 eksemplar? Silahkan kalikan sendiri saja. Itupun belum termasuk ongkos kirim untuk mengirimkan tabloid tersebut.
Sulit dipercaya bila dana sebesar itu dikeluarkan dari kocek pribadi, apalagi bila oknum yang dimaksud hanyalah pendukung atau simpatisan biasa. Itu baru isu soal PKI dan keturunan Tionghoa. Belum termasuk berbagai isu yang menerpa selama pemerintahan Jokowi. Tidak heranlah bila ada orang mengeluh bocor, bocor, bocor, lalu bokek, bokek, bokek dan diakhiri dengan bubar, bubar, bubar.
Gimana gak bocor, bokek dan bubar kalau harus mengeluarkan duit sebanyak itu sementara hasilnya nihil alias tidak sebanding.
Jadi bagaimana teman-teman? Apakah tahun ini dan tahun depan menjelang pilpres kita siap membuat mereka semakin bokek, bocor dan bubar beneran dengan memilih Jokowi sekali lagi? Betul, betul, betul?
Salam dua periode