Indovoices.com-Biodiesel atau bahan bakar nabati (BBN) untuk mesin atau motor diesel berupa ester metil asam lemak (minyak nabati atau fatty acid methyl ester/FAME) diyakini pemerintah Indonesia, sebagai salah satu andalan keluar dari jebakan defisit neraca transaksi berjalan. Setidaknya, semangat itulah yang mengemuka dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 (RAN-KSB).
Inpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi), 22 November 2019, ini dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun; penyelesaian status dan legalisasi lahan; pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan dan meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan; serta mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
Poin kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan (EBT), yakni sebagai biodiesel, memiliki makna penting dan strategis. Selain ramah lingkungan, pemanfaatan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai EBT, adalah juga dalam rangka solusi mengatasi ancaman boikot Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia.
Sejatinya, sudah lama Indonesia mengupayakan pemanfaatan kelapa sawit sebagai bahan bakar ramah lingkungan. Yang terbaru, lewat Kepmen 227 K/10/MEM/2019 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pencampuran Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel 30% (B30) ke dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode 2019, dimulai 25 November 2019. Sejauh ini, hasilnya sebagaimana disampaikan
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana, uji coba berjalan dengan baik dari sisi performa kendaraan, monitoring, dan evaluasi yang dikerjakan oleh tim teknis.
Sebelumnya, uji coba B20 telah pula dilakukan dan berjalan sukses. Kedepan, setelah B30, pemerintah berniat untuk meneruskan program EBT ke B50 dan B100. Nantinya, selama dalam pelaksanaan B30, Kementerian ESDM menghitung, setidaknya 9,6 juta kiloliter Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk mendukung B30 pada tahun 2020. Jumlah tersebut didasarkan pada kebutuhan FAME 2019 sebesar 6,6 juta kiloliter.
Lantas, bagaimana mandatori B30 di Januari 2020? Apakah Indonesia sudah benar-benar siap dalam mengimplementasikan B30? Berapa banyak kebutuhan sawit untuk B30 nanti? Tidakkah akan berpengaruh kepada stok minyak goreng? Apa untung dan ruginya memanfaatkan sawit untuk EBT?
Berbagai pertanyaan tersebut akan dikupas tuntas dalam diskusi media FMB9 dengan tema “Diskriminasi Kelapa Sawit, B30 Siap Meluncur” dengan menampilkan pembicara: Musdhalifah Machmud (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian), Andriah Feby Misna (Direktur t Bioenergi KemenESDM) dan Dedi Junaedi (Direktur Pengolahan & Pemasaran Ditjen Perkebunan Kementan). (jpp)