Indovoices.com-Sosialisasi Kostratani adalah bagian untuk mengajak semua elemen masyarakat terlibat dalam pembangunan pertanian. Masa depan dunia pertanian sangat menjanjikan untuk kehidupan yang lebih baik.
Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di depan ratusan siswa SMK Kakao Sulbar saat mengikuti Sosialisasi Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani), di Aula SMK Negeri Mamuju, Sulawesi Barat.
“Alam Sulbar disinari matahari sepanjang tahun. memberikan energi. Sementara ada negara lain yang matahari bersinar 6 jam, tapi pertaniannya jauh lebih bagus, contohnya di Kopenhagen, di Eropa sana,” ujar Syahrul.
Mentan Syahrul mengingatkan bahwa saat krisis dan resesi ekonomi yang terjadi di Indonesia, sektor pertanian memiliki daya tahan yang kuat terhadap goncangan.
“Saat krisis ekonomi terjadi, saya masih menjadi Bupati. Saya ingat betul, rakyat Sulsel yang waktu itu menanam coklat, kopi dan jagung yang survive. Bahkan mereka memetik keuntungan dibalik krisis itu,” kata Syahrul.
Lebih lanjut, Mantan Gubernur Sulsel dua periode itu menegaskan bahwa pertanian adalah kekuatan Indonesia. Terlebih Indonesia di di masa depan akan mendapatkan bonus demografi, berupa penduduk usia produktif yang besar.
“Untuk menghadapi itu, mari kita buat sistem, agar tidak ada penduduk yang tidak bisa bertani. Maka pekarangan rumah dan sekolah sekali pun, diupayakan dekat dengan pertanian,” ujar Syahrul.
Untuk memperkenalkan pertanian di sekolah, Mentan Syahrul menggulirkan terobosan program Pertanian Masuk Sekolah (PMS).
“Semua siswa SMA yang sudah duduk di kelas 3, diajar bertani. Setiap siswa diberikan tanggung jawab, diberikan bedengan, diberikan bibit, dan ini bisa menjadi salah satu bahan evaluasi oleh gurunya,” kata Syahrul.
Sehingga, Mentan Syahrul berharap setelah siswa mendapatkan informasi, pengetahuan dan keahlian tentang pertanian yang utuh, ingin terjun langsung, mereka akan menjadi petani yang tangguh.
“Dengan itu, kita akan memiliki petani-petani yang produktif . Tidak ada lagi petani jagung yang hasilnya hanya 5 ton per hektar, karena itu artinya kita tertinggal jauh. Kita menginginkan produksi jagung minimal atau di atas 7 ton per hektar. Bayangkan, kita kehilangan 20 ribu kali 4 ribu rupiah, berarti kehilangan sekitar 8 juta. Seandainya ada 10 hektar, 80 juta rupiah. Dan seandainya tanam dua kali dalam setahun, 160 juta,” imbuhnya. (kementan)