Indovoices.com– Lembar soal ujian akhir semester ganjil mata pelajaran Fiqh kelas XII Madrasah Aliyah di Kediri Utara, Jawa Timur memuat pertanyaan tentang khilafah yang berpotensi disalahpahami oleh siswa. Lembar soal tersebut hari ini viral di media sosial dan banyak mendapat respon dari masyarakat.
Kementerian Agama segera bertindak. Ditjen Pendidikan Islam telah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur untuk menarik soal mata pelajaran Fiqh tersebut dan memutuskan untuk mengulang ujiannya. Selain itu, akan dilakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dalam pembuatan soal, termasuk kemungkinan memberikan sanksi sesuai ketentuan.
“Soal itu dicabut dan diganti dengan soal yang lain yang akan diujikan tersendiri dalam ujian susulan,” ujar Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah A Umar di Jakarta.
Penilaian akhir semestar (PAS) ganjil 2019 – 2020 dilaksanakan di madrasah dari tanggal 2 – 7 Desember 2019 untuk tingkat MTs dan MA. Adapun ujian susulan akan dilaksanakan pada 11- 13 Desember 2019.
Langkah ini ditempuh setelah Direktorat KSKK Madrasah mencermati soal tersebut. Umar menjelaskan, soal itu disusun oleh guru yang tergabung dalam Kelompok Kerja Madrasah ( KKM) Wilayah Kerja Kediri Utara. KKM adalah organisasi Kepala Madrasah yang dibentuk sebagai forum komunikasi untuk penguatan kepemimpinan madrasah dalam mengawal manajemen madrasah.
Kewenangan dan prosedur penyelenggaraan Ujian atau Penilaian Hasil Belajar pada dasarnya telah diatur dalam SK Dirjen Pendis SK dirjen nomor 3751 tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar MA yang merupakan tindak lanjut atas ketentuan dalam Pasal 63 dan 64 PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Pasal 1 PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
“Penyusunan soal ujian semester dilakukan oleh guru sebagai bagian dari penilaian kompetensi profesionalismenya,” katanya.
Umar menyatakan, implementasi kebijakan penyelenggaraan ujian akhir semester merupakan kewenangan satuan pendidikan atau madrasah. Dalam kondisi tertentu, di berbagai daerah ketentuan tersebut dilaksanakan secara bervariasi. Ada soal yang diadakan langsung oleh satuan pendidikan, namun juga ada soal yg dilakukan oleh gabungan beberapa madrasah dalam payung MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau KKM (Kelompok Kerja Madrasah), baik tingkat Provinsi atau Kabupaten/ Kota.
“Adapun soal ujian Fiqh Kelas XII yang memuat pertanyaan tentang khilafah di Wilayah Kerja Kediri utara ini disusun oleh KKM tiga Kabupaten di wilayah kerja Kediri Utara, yang meliputi Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Nganjuk,” terangnya.
Ditambahkan Umar, materi tentang pemerintahan Islam memang menjadi salah satu bahasan silabus mata pelajaran Fiqh Kelas XII pada KMA Nomor 165 tahun 2014. Namun, titik tekan dari materi ini sebenarnya adalah pada aspek perkembangan kehidupan. Materinya menjelaskan tentang perkembangan pemerintahan Islam setelah Nabi wafat, mulai dari Khulafaur Rasyidin hingga Turki Utsmani.
Keberadaan materi ini tidak menjadi masalah jika dapat dijelaskan secara tuntas oleh para guru. Bila dikupas dari sisi sosiologis dan antropologis, misalnya, maka para siswa bisa mendapatkan wawasan terkait dinamika sistem pemerintahan dalam sejarah Islam. Persoalannya, kata Umar, tidak semua guru memiliki pemahaman yang sama tentang materi ajar seputar khilafah. Hal ini berisiko terjadinya kekeliruan perspektif dalam pembuatan soal, terutama di daerah.
Review Buku
Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama tengah menyelesaikan proses review dan penulisan buku Pendidikan Agama Islam (PAI). Total ada 155 buku yang telah direview dan hampir selesai penulisannya.
“Target kami, buku-buku tersebut sudah bisa digunakan pada tahun ajaran baru 2020/2021,” jelas Umar.
Menurut Umar, penulisan buku ini diorientasikan agar Pendidikan Agama Islam di madrasah bisa menjadi instrumen perekat kehidupan berbangsa dan bernegara. Target kompetensi dasarnya tidak sekedar pada aspek pengetahuan, tapi juga internalisasi dan transformasi nilai agama dalam konteks kehidupan sosial masyarakat.
“Penulisan juga mempertimbangkan pembelajaran abad 21 yang diperkuat dengan nilai-nilai akhlak, modernitas, dan responsif atas kebutuhan kehidupan bernegara yang harmonis,” ujarnya.
“Materi yang berpotensi menjadi pintu masuk paham ekstrimis dan anti Pancasila diganti dengan konten yang menguatkan moderasi beragama,” lanjutnya.
Direktur KSKK Madrasah mengapresiasi saran, masukan, kritik, dan respon cepat masyarakat saat menemukan hal-hal yang dinilai berpotensi memunculkan kesalahpahaman. Respon cepat itu memudahkan Kementerian Agama untuk mengambil langkah-langkah perbaikan.
“Jika menemukan sesuatu yang bertentangan dengan semangat dan visi moderasi Islam, silahkan langsung dikomunikasikan kepada kami atau Kemenag Provinsi dan Kab/Kota sehingga kita bisa segera mengambil langkah produktif untuk kebaikan bersama,” tandasnya. (jpp)